Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra menyatakan sekali lagi bahwa dokumen action plan yang ia terima, dikirimkan oleh Andi Irfan Jaya.
Action plan adalah susunan rencana aksi yang terdiri dari 10 langkah permintaan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung dengan tujuan agar Djoko Tjandra tak dieksekusi sebagaimana putusan Peninjauan Kembali (PK) di tahun 2009 atas perkara korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
"Action plan yang saya terima itu dari Andi Irfan Jaya," kata Djoko Tjandra dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/12/2020).
Bahkan Djoko Tjandra berujar Andi Irfan Jaya cukup aktif memberikan informasi kepada dirinya perihal poin - poin yang termuat dalam susunan action plan tersebut.
Baca juga: Sejak Awal, Pinangki Akui Sudah Tahu Bakal Bertemu Buronan Kejagung Djoko Tjandra di Malaysia
"Dalam action plan itu anda aktif info sekalipun saya percaya itu tidak bisa dilakukan," tuturnya.
Atas tanggapan Djoko Tjandra selaku terdakwa dalam persidangan hari ini, majelis hakim kemudian bertanya kepada Andi Irfan Jaya yang duduk di kursi saksi.
"Ternyata saudara yang mengirim ke terdakwa?," tanya hakim.
Namun Andi Irfan Jaya tetap dalam pendirian dan keterangan sebelumnya, menyatakan bahwa ia tak pernah mengirim dokumen action plan ke Djoko Tjandra.
Baca juga: Irjen Napoleon Sempat Minta Anak Buah Urus Perpanjangan Red Notice Djoko Tjandra
Alih - alih action plan, Andi Irfan Jaya menyatakan dokumen yang ia kirimkan hanya akta kuasa jual.
"Saya tidak pernah mengirim action plan, kalau kuasa saya mengirim. Saya tetap pada keterangan saya," ujar Andi Irfan Jaya.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), action plan tersebut bermula pada 25 November 2019, di mana Andi Irfan Jaya bersama dengan Pinangki Sirna Malasari dan advokat Anita Kolopaking menemui Djoko Tjandra Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam pertemuan itu, Andi Irfan Jaya menjelaskan 10 action plan kepada Djoko Tjandra.
Action plan pertama mengenai penandatanganan security deposit (akta kuasa jual) yang dimaksud oleh Pinangki sebagai jaminan apabila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi.
Baca juga: Kuasa Hukum Yakin Pledoi Djoko Tjandra Dikabulkan Majelis Hakim PN Jakarta Timur
Dalam action kedua, Jaksa menyebut ada nama pejabat Kejaksaan Agung Burhanudin (BR) yang nantinya akan dikirimi surat dari pengacara, dalam hal ini Anita Kolopaking.
Pinangki akan meneruskan surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejagung untuk diteruskan kepada MA.
"Penanggungjawab action ini adalah Andi Irfan dan Anita yang akan dilaksanakan pada 24-25 Februari," kata Jaksa Didi.
Kemudian, pada action ketiga Burhanudin disebut akan mengirimkan surat kepada Hatta Ali (HA) atau pejabat MA. Hal ini agar Pinangki menindaklanjuti surat dari pengacara tentang permohonan fatwa MA.
"Penanggungjawab action tersebut adalah Andi Irfan dan Pinangki yang akan dilaksanakan pada 1 Maret 2020," ucap Jaksa Didi.
Action keempat mengenai pembayaran 25 persen konsultan fee terdakwa Pinangki 250 ribu dolar AS.
Tertulis, pembayaran tahap satu atas kekurangan pemberian fee kepada Pinangki sebesar 1 juta dolar AS yang telah dibayarkan DP sebesar 500 ribu dolar AS oleh Djoko Tjandra.
Action kelima, pembayaran konsultan media fee kepada Andi Irfan 500 ribu dolar AS. Yang dimaksud adalah pemberian fee kepada Andi Irfan untuk mengkondisikan media sebesar 500 ribu dolar AS.
Action keenam, HA atau pejabat Mahkamah Agung menjawab surat BR atau pejabat Kejaksaan Agung. Yang dimaksudkan adalah jawaban surat MA atas surat Kejagung terkait permohonan fatwa MA.
"Penanggungjawab action ini adalah HA atau pejabat MA/ DK belum diketahui/ AK atau Anita Kolopaking yang akan dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2020," ungkap Jaksa Didi.
Action ketujuh, Burhanudin atau pejabat Kejagung menerbitkan instruksi menindaklanjuti surat HA selaku pejabat MA. Kemudian Kejagung menginstruksikan kepada bawahannya untuk melaksanakan fatwa MA.
"Penanggungjawab action tersebut adalah IF yang belum diketahui dan jaksa Pinangki yang akan dilaksanakan pada 16 Maret," beber Jaksa Didi.
Action kedelapan adalah mengenai security deposit cair 10 juta dolar AS, yang dimaksudkan oleh terdakwa adalah Djoko Tjandra akan membayarkan sejumlah uang tersebut apabila action plan poin kedua, action plan poin ketiga, action plan poin keenam, serta action plan poin ketujuh berhasil dilaksanakan.
Action kesembilan, Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi pidana penjara selama dua tahun berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK). Penanggung jawab action ini adalah Pinangki atau Andi Irfan atau Djoko Tjandra yang akan dilaksanakan pada Mei 2020 sampai dengan Juni 2020.
Terakhir, action kesepuluh soal pembayaran konsultan fee 25 persen Jaksa Pinangki sebesar 250 ribu dolar AS atau pembayaran tahap dua pelunasan atas fee terhadap terdakwa Pinangki sebesar 1 juta dolar AS yang DP telah dibayar sebesar 500 ribu dolar AS jika Djoko Tjandra kembali ke Indonesia sesuai action plan poin kesembilan.
Sebagai tanda jadi, akhirnya Djoko Tjandra memberikan uang 500 ribu dolar AS kepada Pinangki melalui adik iparnya, Herriyadi. Kemudian, Pinangki memberikan 50 ribu dolar AS dari 500 ribu dolar AS yang diterimanya ke Anita.
"Sebagaimana dalam action plan tersebut, tidak ada satu pun yang terlaksana padahal Djoko Soegiarto Tjandra sudah memberikan down payment kepada terdakwa melalui Andi Irfan Jaya sebesar 500 ribu dolar AS. Sehingga Djoko Soegiarto Tjandra pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan," kata Jaksa Didi.
Andi Irfan Jaya didakwa melanggar Pasal 5 ayat (2) Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Dia juga didakwa melanggar Pasal 15 Juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 15 Juncto Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.