TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik pelaksanaan program bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial untuk wilayah Jabodetabek.
Penelusuran dilakukan dengan memeriksa tersangka Matheus Joko Santoso (MJS) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemensos pada Kamis (17/12/2020).
"MJS diperiksa sebagai saksi dimana penyidik mengonfirmasi yang bersangkutan terkait pengetahuan dari saksi selaku PPK tentang program bansos di Kemensos tahun 2020 khususnya untuk wilayah Jabodetabek," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Jumat (18/12/2020).
Tak hanya Matheus, tim penyidik juga memeriksa tersangka lainnya, yakni Harry Sidabuke (HS) dari unsur swasta, Rabu (16/12/2020).
Baca juga: 8 Operasi Senyap KPK Sepanjang 2020, OTT Edhy Prabowo Mengejutkan, OTT Korupsi Bansos Paling Heboh
Dari pemeriksaan Harry, Ali mengungkapkan, KPK berusaha mendalami pelaksanaan paket pekerjaan proyek bansos di Kemensos yang ditangani oleh Harry.
"HS juga diperiksa sebagai saksi. Penyidik menggali pengetahuan yang bersangkutan terkait dengan pelaksanaan paket pekerjaan proyek bansos di Kemensos tahun 2020 yang antara lain juga dikerjakan oleh yang bersangkutan," kata Ali.
Diketahui, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku PPK Kemensos serta dua pihak swasta bernama Ardian IM dan Harry Sidabuke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekitar Rp17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Baca juga: Kasus Mensos Juliari, MAKI Bakal Serahkan Paket Sembako Bansos Covid-19 ke KPK
Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso.
Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
Baca juga: Kasus Mensos Juliari, KPK Akan Periksa Vendor Penyalur Bansos Covid-19
Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian IM, Harry Sidabuke, dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
Penunjukan PT RPI sebagai satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari P Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari P Batubara.
Atas dugaan tersebut, Juliari P Batubara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Adapun Ardian IM dan Harry Sidabuke yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.