TRIBUNNEWS.COM - Pengacara asal Surabaya, Muhammad Sholeh, melayangkan gugatan atau judicial review ke Mahkamah Agung (MA) terkait aturan di Surat Edaran (SE) Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 3 tahun 2020.
SE tersebut memuat tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Orang Selama Libur Hari Raya Natal dan Menyambut Tahun Baru 2021 Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Diketahui dalam aturan tersebut, perjalanan transportasi udara ke Pulau Bali wajib menggunakan tes RT-PCR paling lama 7x24 jam sebelum keberangkatan.
Sementara yang melalui darat diwajibkan menunjukkan surat keterangan hasil negatif menggunakan rapid tes antigen paling lama 3x24 jam sebelum keberangkatan.
"Aturan ini dasarnya tidak jelas, diskriminasi, dan merugikan," ungkap Sholeh dalam program Overview Tribunnews.com, Kamis (24/12/2020).
Baca juga: Perbedaan Rapid Test Antigen dengan Antibodi dan Test PCR Swab Beserta Ketentuan Biaya
Sholeh menjelaskan, aturan ini tidak jelas karena aturan dibuat dengan membeda-bedakan daerah, terutama Pulau Bali dan Pulau Jawa.
"Ada khusus Pulau Bali, kalau naik pesawat harus pakai PCR, kalau masuk Bali lewat darat cukup antigen."
"Naik pesawat ke Pulau Jawa cukup antigen, tapi tidak mengatur Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua," ungkap Sholeh.
Sementara itu SE dipandang diskriminasi sebab membedakan penumpang pesawat udara dengan darat.
"Seakan-akan naik pesawat itu lebih berbahaya, harus pakai PCR," ungkapnya.
"Sedangkan kalau naik darat, tidak berbahaya, cukup antigen," ujarnya.
Baca juga: Tak Miliki Surat Tes Rapid Antigen, Pengendara Asal Palembang Gagal Beli Bakso di Lampung
Menurut Sholeh, di situasi yang serba tidak menentu ini, dimungkinkan seseorang tetap bisa terkena Covid-19 apapun moda transportasi yang digunakan.
"Tapi kenapa dibeda-bedakan, aturan ini juga merugikan karena sangat mepet dikeluarkannya dengan libur Natal," ujarnya.
Sholeh menyebut, orang banyak membatalkan liburan dan perjalanan ke Bali.
"Masyarakat harus ditambah biaya PCR maupun antigen, ini kacau, bagaimana orang yang sudah booking, pemerintah nggak tanggung jawab," ungkapnya.
"Kebingungan pemerintah dalam menerapkan aturan sehingga dampaknya kembali ke masyarakat," lanjut Sholeh.
Baca juga: Kapasitas Rumah Sakit Mulai Penuh, Wali Kota Tangsel Wacanakan Indekos Tempat Isolasi Pasien Corona
Rugikan Warga Bali
Lebih lanjut, aturan ini dianggap Sholeh sangat merugikan masyarakat di Pulau Bali.
"Pemerintah tidak mau tahu warga Bali sudah mati suri dunia pariwisata lebih dari setengah tahun," ungkapnya.
Aturan ini disebut menyebabkan banyak orang membatalkan berkunjung ke Bali.
"Aturan ini yang sangat dirugikan adalah warga Bali," ungkapnya.
Adapun gugatan ini dilayangkan Sholeh ke Mahkamah Agung pada Selasa (22/12/2020).
Sebelumnya diketahui Sholeh juga sempat menggugat aturan kewajiban rapid test antibodi bagi pelaku perjalanan jelang momen Idul Fitri 2020 lalu.
Akhirnya pemerintah mengubah masa berlaku surat tes rapid test dan tes PCR.
Baca juga: Doni Monardo: Angka Kasus Covid-19 Meningkat Usai Liburan Panjang
Sebelumnya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan batasan tarif tertinggi pemeriksaan rapid test antigen-swab.
Besarannya adalah Rp 250 ribu untuk Pulau Jawa dan Rp 275 ribu untuk di luar Pulau Jawa.
Ketetapan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/I/4611/2020 yang dikeluarkan pada tanggal 18 Desember 2020.
Tes Antigen-Swab dilakukan pada saat akan melakukan aktivitas perjalanan orang dalam negeri dengan masa berlaku selama 14 hari.
Hasil rapid test antigen ini menjadi syarat untuk seseorang yang hendak memasuki sejumlah daerah.
Antara lain Bali, Jakarta, Lampung, Sumatra Utara, Jawa Tengah, DIY, Jabar, Malang, dan Bangka Belitung.
Penentuan Tarif
Adapun Sekretaris Dirjen Pelayanan Kesehatan Azhar Jaya menyatakan, penetapan batasan tarif tertinggi ini sebagai bentuk kepastian terhadap disparitas harga pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab di fasilitas pelayanan Kesehatan.
Baca juga: Pemerintah Daerah Harus Screening Para Pelaku Perjalanan
Penetapan biaya dilakukan melalui pembahasan bersama antara Kementerian Kesehatan dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berdasarkan hasil survei dan analisa pada fasilitas pelayanan kesehatan.
“Batasan tarif pemeriksaan ini sebagai bentuk kepastian tarif pemeriksaan Rapid Test Antigen melalui pengambilan swab bagi masyarakat dan pemberi layanan."
"Serta memberikan jaminan kepada masyarakat agar mudah mendapatkan layanan pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab,” tegas Azhar dalam Konferensi Pers Bersama Kemenkes dan BPKP tentang Penetapan Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Test Antigen-Swab di Kantor BPKP Jakarta pada Jumat (18/12/2020) dilansir Setkab.go.id.
Sementara itu Kementerian Kesehatan (Kemkes) menetapkan batas atas tarif test PCR swab yakni Rp 900 ribu.
Sedangkan Kemkes menetapkan biaya rapid test antibodi paling tinggi adalah Rp 150 ribu pada Juli 2020 lalu.
Adapun PT KAI mematok harga biaya rapid test antibodi sebesar Rp 85 ribu.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)