TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pekan lalu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengaku bertanya beberapa aktivis termasuk keponakannya yang mengaku simpatisan Rizieq Shihab dan FPI, meski bukan anggota FPI, serta gerakan perjuangan yang katanya perjuangan Islam.
Mahfud mengaku menanyakan hal tersebut karena gerah dengan narasi di Indonesia ada Islamofobia dan karenanya terjadi "kriminalisasi terhadap ulama".
Ketika dikonfirmasi Tribunnews.com pada Kamis (24/12/2020) Mahfud membenarkan cerita tentang pertanyaan tersebut ia unggah pertama kali di grup Whats App "Globalized NU".
"Kapan terjadi kriminalisasi ulama? Coba sebutkan satu saja ulama yang dikriminalisasi," lanjut Mahfud.
Baca juga: Sekretaris Perusahaan Tegaskan Ponpes Rizieq Shihab di Megamendung Berada di Areal PTPN VIII
Namun ketika itu, kata Mahfud, tidak ada yang menjawab.
"Ayo sebutkan satu saja, siapa ulama yang dikriminalisasi sekarang ini. Sebagai Menko Polhukam akan saya usahakan untuk saya bebaskan secepatnya jika ada ulama yang dikriminalisasi," tanya Mahfud lagi.
Namun lagi-lagi, kata Mahfud, tetap tak ada yang menjawab.
Oleh karena itu Mahfud kemudian menyebut beberapa orang yang punya masalah hukum dan sering disebut sebagai ulama.
"Abu Bakar Baasyir? Itu terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat terorisme. Dia itu dijatuhi hukuman ketika ketua Mahkamah Agung dikenal sebagai tokoh Islam yakni Bagir Manan. Tak mungkin Pak Bagir membiarkan kriminalisasi ulama, jika tak ada bukti terlibat terorisme," kata Mahfud.
Mahfud kemudian menyebut Bahar bin Smith.
Mahfud melanjutkan, Bahar dihukum bukan karena menghina Presiden atau mengolok-olok pemerintah.
Apalagi, lanjut dia, karena berdakwah.
Mahfud menegaskan Bahar dihukum karena melakukan penganiayaan berat yang korbannya jelas.
"Rizieq Shihab? Dia tak pernah dihukum atau ditersangkakan karena politik atau kehabibannya tetapi karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana umum," kata Mahfud.
Mahfud pun melanjutkan dengan nama Nur Sugik atau Gus Nur.
Mahfud kemudian menyebut Nur telah melakukan ujaran kebencian secara terbuka dan "bukan ulama".
"Ayo, sebut satu saja kalau ada ulama yang dikriminalisasi. Ketahuilah, mereka yang dihukum itu karena tindak pidana, bukan karena ulama. Masa' melakukan kejahatan tidak dihukum?" kata Mafud.
Di Indonesia, kata Mahfud, tidak ada Islamofobia.
Pejabat politik, pemerintahan, pembuat kebijakan, petinggi dan anggota TNI/Polri, kata Mahfud, sebagian besar adalah orang-orang Islam yang tidak mungkin bisa menjadi pemimpin jika ada Islamofobia di sini.
Sekarang ini, lanjut dia, banyak petinggi-petinggi TNI/Polri yang pandai mengaji bahkan menjadikan markas TNI dan Polri sebagai tempat pengajian dan sema'an Qur'an.
"Tak ada kriminalisasi ulama di Indonesia sebab selain ikut mendirikan Indonesia dulu, saat ini para ulama-lah yang banyak mengatur, memimpin, dan ikut mengarahkan kebijakan di Indonesia," kata Mahfud.