Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil ketua umum MUI Anwar Abbas angkat bicara terkait pernyataan Kadiv Humas Mabes Polri yang mengatakan bahwa kelompok jaringan jamaah islamiyah (JI) mengincar anak cerdas dari Pondok Pesantren dengan ranking 1 hingga 10.
Ia pun mempertanyakan, tujuan dan maksud pernyataan tersebut.
Menurutnya, data di Kementerian Agama menunjukkan bahwa jumlah Pesantren di Indonesia ini 26.973 buah. Berarti jumlah anak santri yang diincar sebanyak 260.973 anak didik.
Baca juga: Polisi Ungkap Konsep Pelatihan Kelompok Teroris Jemaah Islamiyah, Anggota Bayar Rp 65 Juta per Bulan
"Saya tidak mengerti dengan maksud dari pernyataan itu. Dan ketidakmengertian saya semakin bertambah-tambah kalau saya kaitkan dengan jumlah pesantren di Indonesia. Pertanyaan saya sudah berapa orang yang dapat oleh mereka (JI)," ujar dia saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (28/12/2020).
Meski demikian, masalah terkait anak muda dan terorisme bukanlah hal yang sepele.
Untuk itu, ia meminta kepolisian RI secara rinci, jelas, serta terbuka dalam menyampaikan informasi agar tidak berdampak buruk pada nama baik pesantren.
Jika tidak, akan timbul kekhawatiran yang membuat masyarakat dan orang tua murid menjadi takut memasukkan anaknya ke pesantren.
Baca juga: Kelompok Teroris Jamaah Islamiyah Latih Pasukan Khusus dengan Keahlian Tempur di Bandungan Semarang
"Saran saya pihak kepolisian agar didalam menyampaikan sesuatu kepada masyarakat jangan membuat masyarakat menjadi bingung dan takut serta merugikan nama baik dari institusi pesantren secara keseluruhan," jelas Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan ini.
Lebih jauh ia berharap, agar kepolisian tidak hanya sibuk sibuk mencari data tentang teroris dan mencari asal muasal sekolah.
Tetapi juga koruptor, yang tidak kalah merusaknya dari para teroris tersebut.
Anwar pun mengusulkan kepada pihak kepolisian juga mempelajari lembaga pendidikan dimana para koruptor bersekolah.
"Apakah di pesantren atau di sekolah umum termasuk di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah sendiri?. Jangan-jangan datanya menunjukkan bahwa sebagian besar para koruptor tersebut adalah lulusan perguruan tinggi negeri . Dan kalau itu yang terjadi apa yang akan dilakukan oleh pemerintah ? Apakah akan menutup perguruan tinggi negeri tersebut atau menghentikan pemberiaan pembiayaan terhadapnya, atau ada cara lain," ungkapnya.