TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Putri sulung Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahida atau yang akrab disapa Alissa Wahid angkat bicara soal pembubaran Front Pembela Islam (FPI).
Melalui akun Twitter @alissawahid, Koordinator Jaringan Gusdurian ini menuturkan, menyimak konferensi pers yang dilakukan Menkopolhukam Mahfud MD dirinya teringat peristiwa penolakan masyarakat terhadap FPI lantaran ormas tersebut kerap melakukan aksi kekerasan.
Baca juga: Respons Rizieq Shihab saat Tahu FPI Dilarang secara Hukum, akan Gugat ke PTUN
"Menyimak konpers Kemenkopolhukam, jadi ingat turun ke jalan tahun 2010-2011 dengan tagar #IndonesiaTanpaFPI karena FPi berkali2 melakukan aksi kekerasan," cuit Alissa Wahid, dikutip Rabu (30/12/2020).
"Ingat banget aksi #IndonesiaTanpaFPI di Bunderan HI, agak ricuh,@fullmoonfolks digebukin, dibawa ke Polda Metro, saya temenin, untung ada video jurnalis, dicari provokatornya dari situ, ternyata orang FPI yg di tasnya bawa batu dan sajam," katanya.
Alissa mengaku terobsesi untuk meneruskan perjuangan sang ayah ketika FPI menyerang Kampung Ahmadiyah.
"Tipping point saya terobsesi meneruskan perjuangan #GusDur terjadi ketika FPI menyerang kampung Ahmadiyah di ManisLor, orang2 Ahmadiyah via telpon menangis 'kami akan bertahan sampai mati. Seandainya masih ada GusDur, pasti beliau besok pagi sudah berdiri di depan gerbang kami'," cuitnya.
Alissa juga mengatakan bahwa pelarangan sebuah organisasi tidak akan menyelesaikan persoalan, kalau tidak disertai dengan memenangkan perang ideologi.
Di sisi lain, Alissa juga mengungkapkan bahwa Gus Dur pernah menulis pembelaannya kepada hak asasi Habib Rizieq dalam pemrosesan hukumnya. "Proses semua kasus kriminalnya tanpa harus melanggar hak manusianya," katanya.
Baca juga: Ini Pesan Rizieq Shihab Setelah FPI Dinyatakan Terlarang oleh Pemerintah
Lebih lanjut, Alissa mengatakan bahwa membandingkan Nahdlatul Ulama (NU) dengan Front Pembela Islam (FPI) ibarat langit dan bumi. Ia mengatakan, kiai NU mengajarkan bahwa mencegah perbuatan buruk (nahiy munkar) tidak bisa dilakukan dengan yang buruk pula, tapi harus dilakukan dengan cara yang baik.
Menurutnya, di sebuah negara Republik, tugas untuk melawan kemungkaran menjadi wewenang pemerintah untuk menghiondari klaim kebenaran dan pertikaian antarrakyat.
"Di negara republik, nahiy munkar diserahkan kpd umaro' utk menghindari klaim kebenaran & pertikaian antar rakyat. Di situ NU & FPI berbeda langit bumi," kata Alissa.
Langkah Polri
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyatakan pihaknya meminta FPI untuk tidak melakukan perlawanan saat dibubarkan ataupun ditertibkan atributnya.
Menurutnya, keputusan pemerintah sudah jelas terkait eksistensi FPI di Indonesia.