TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hidup di dunia gagasan itu, tak lagi harus bersahaja atau miskin.
Dulu dunia intelektual adalah dunia yang hanya mementingkan akal budi dan kekayaan rohani saja.
Namun Denny JA memberontak tradisi itu. Baginya, menjadi intelektual, penulis, dan opinion maker justru akan lebih sempurna jika juga kaya raya.
Demikian hal itu diungkapkan Satrio Arismunandar, praktisi media. "Berita baik untuk dunia penulis dan intelektual di Indonesia. Hidup di dunia gagasan itu, tak lagi harus bersahaja," ujar Satrio dalam rilis LSI, yang diterima redaksi, Selasa (5/1/2021).
Baca juga: Bupati Jayapura Mathius Awoitauw Luncurkan Buku ‘Kembali ke Kampung Adat
Menurut Satrio, Denny JA pun tumbuh menjadi 'spesies' intelektual yang unik. Di satu sisi ia produktif hingga menulis 57 judul buku mulai dari demokrasi, marketing politik, sastra hingga agama.
"Dengan kaya raya, sang intelektual bisa membiayai sendiri karyanya. Ia mempunyai banyak waktu luang untuk berkarya karena tak lagi harus bekerja. Dan ia juga bisa menjadi dermawan, membantu tumbuhnya tradisi keilmuwan," lanjutnya.
Denny JA juga mempopulerkan tradisi meme, menghasilkan puluhan video animasi. Ia juga menulis di jurnal akademik dunia, yang untuk dimuat di sana harus melampaui dulu review para akademisi internasional.
Di saat yang sama, Denny juga memikili puluhan usaha properti, tambang, food and beverage, hotel, convenience store, hingga perusahaan konsultan politik. Dari sumber terpercaya terdengar kabar aset Denny JA sekitar satu triliun rupiah.
"Denny JA membawa tradisi baru dunia penulis Indonesia, yaitu datangnya era Penulis Entrepreneur," lanjut Satrio.
Menurut Satrio, pertama kali Denny JA mengemukakan gagasan intelektual Entrepreneur di publik ketika Ia menulis di buku 70 tahun Djohan Effendi, tahun 2009.
Djohan Effendi dikenal salah satu penggagas pembaharuan Islam di samping Nurcholish Madjid, Abdurahman Wahid, dan Ahmad Wahib. Djohan juga pernah menjadi menteri ketika Gus Dur menjadi presiden.
Dikenal hidup sangat bersahaja, Djohan Effendi meneruskan tradisi intelektual yang asketis. “Saya mengagumi tradisi hidup bersahaja Djohan Effendi. Tapi saya secara sadar memilih jalam hidup yang berbeda,” kata Denny JA dalam buku 70 tahun Djohan Effendi.
Denny JA tak hanya menuliskan gagasannya. Ia pun mencontohkan. Di samping produktif menulis, Denny pun produktif hidup di dunia bisnis.
Kini Denny JA pun akan dikenang membawa tradisi penulis entrepreneur.