TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemblokiran rekening bank milik FPI (Front Pembela Islam) menjadi perhatian publik.
Apalagi hal itu terjadi dalam waktu tak lama setelah pemerintah melarang organisasi itu beraktivitas.
Saat rekening bank FPI diblokir pemerintah, diketahui nominal terkini saldo FPI Rp 1 miliar.
Tim kuasa hukum FPI Ichwanudin Tuankotta membenarkan rekening FPI diblokir.
"Benar diblokir, jumlahnya satu rekening," ujar Ichwanudin kepada Tribunnews, Senin (4/1/2021).
Ia tidak menjelaskan rekening tersebut dibuka di bank mana.
Di dalam rekening tersebut, kata Ichwanudin, ada nominal uang sekitar Rp 1 miliar.
"Sekitar Rp 1 miliaran," tutur Ichwanudin. Ia menyebut kemungkinan FPI akan melakukan upaya-upaya agar uang tersebut bisa ditarik. "Insha Allah," sambungnya.
Sekretaris Bantuan Hukum FPI Aziz Yanuar menengarai rekening bank milik FPI dibekukan usai ormas itu dicap sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah.
"Dzalim. Sudah dibubarkan, uang umat juga diduga digarong," kata Aziz.
Bantahan Polisi
Kepolisian RI membantah telah membekukan atau memblokir rekening milik Front Pembela Islam (FPI).
Korps Bhayangkara memastikan pemblokiran rekening bukanlah wewenang dari Polri.
Namun demikian, Kabag Penum Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengaku tidak mengetahui perihal institusi yang berwenang melakukan pemblokiran terhadap rekening milik FPI.
"Jadi begini kalau terkait dengan hal tersebut itu bukan kewenangan Polri untuk mengungkapkan itu. Jadi itu belum ada informasi terkait hal tersebut," kata Ahmad di Mabes Polri, Jakarta, Senin (4/1/2021).
Dihubungi terpisah, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian memastikan pemblokiran bukan dari ranah penyidik.
Sebaliknya, penyidik hanya berwenang untuk melakukan penyidikan yang berkaitan dengan bentrokan FPI-Polri dan kasus kerumunan yang melibatkan Habib Rizieq Shihab.
"Bukan ranah penyidik (pemblokiran rekening, Red) yang menangani kasus penyerangan petugas" pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menko Polhukam Mahfud MD mengumumkan FPI sebagai organisasi terlarang. Menurut Mahfud, sejak 20 Juni 2019, FPI secara de jure sudah tak terdaftar sebagai ormas.
Mahfud beralasan, FPI kerap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan; melakukan tindak kekerasan, penyisiran, provokasi, dan sebagainya.
Pernyataan Mahfud diperkuat melalui peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 82/PUU XI/2013 tertanggal 23 Desember 2014.
“Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI, karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing sebagai ormas maupun organisasi biasa," ucap Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (30/12/2020).
Hamdan Zoelva Sebut FPI Bukan Ormas Terlarang
Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2013-2015 dan ahli hukum, Hamdan Zoelva turut berkomentar tentang polemik pelarangan aktivitas dan penggunaan atribut Front Pembela Islam (FPI).
Sebelumnya, Front Pembela Islam (FPI) dinyatakan bubar baik sebagai organisasi massa maupun organisasi lainnya dan dilarang melakukan berbagai aktivitas di Indonesia.
Pengumuman pembubaran FPI itu berlangsung hari ini, Rabu (30/12/2020) atau dua hari sebelum pergantian tahun atau bertepatan dengan Rabu Kliwon 15 Jumadil Awal dalam penanggalan Jawa.
"Bahwa FPI sejak 21 Juni 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang melanggar hukum," ungkap Menko Polhukam Mahfud MD dikutip dari Kompas TV.
"Seperti tindak kekerasan, sweeping secara sepihak, provokasi, dan sebagainya," ungkapnya.
Mohammad Mahfud MD menyebut berdasar peraturan perundang-undangan dan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tertanggal 23 Desember 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan FPI.
"Karena FPI tidak lagi mempunyai legal standing baik ormas maupun organisasi biasa," ujarnya.
"Kalau ada sebuah organisasi mengatasnamakan FPI, dianggap tidak ada dan harus ditolak, terhitung hari ini," tegas Mahfud.
Penghentian kegiatan FPI disebut Mahfud MD tertuang di dalam Surat Keputusan Bersama enam pimpinan tertinggi kementerian dan lembaga.
Keenam pimpinan kementerian dan lembaga tersebut adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT.
Adapun dalam konferensi pers tersebut, Mahfud MD didampingi Mendagri Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian, Kepala BIN Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan, Menkumham Yassona Laoly, dan Menkominfo Jhonny G Plate.
Kemudian Jaksa Agung Burhanudin, Panglima TNI Marskel Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Pol Idam Azis, Kepala KSP Jenderal (Purn) Moeldoko, Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar, dan Kepala PPATK Dian Ediana.
Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tersebut, disebutkan bahwa pemerintah akan menindak segala aktivitas dan pemakaian atribut FPI.
"Melarang dilakukannya kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia," tutur Mahfud.
"Apabila terjadi pelanggaran sebagaimana diuraikan dalam diktum ketiga di atas, Aparat Penegak Hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh Front Pembela Islam," tutur Mahfud.
Selain itu, masyarakat dimbau untuk melaporkan jika melihat adanya aktivitas FPI termasuk pemakaian atributnya.
"Meminta kepada warga masyarakat untuk tidak terpengaruh dan terlibat dalam kegiatan penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam untuk melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum setiap kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam," tandasnya.
Komentar Hamdan Zoelva
Dalam akun Twitternya, Hamzan Zoelva turut memberikan pandangan terkait hal tersebut.
"Membaca dengan seksama keputusan pemerintah mengenai FPI, pada intinya menyatakan Ormas FPI secara de jure bubar karena sudah tidak terdaftar"
"Melarang untuk melakukan kegiatan dengan mengganakan simbol atau atribut FPI, dan Pemerintah akan menghentikan jika FPI melakukan kegiatan," tulis Hamdan Zoelva.
Dengan demikian, menurut Hamdan Zoelva, FPI bukanlah organisasi terlarang seperti PKI, tetapi organisasi yang dinyatakan bubar secara hukum dan dilarang melakukan kegiatan yang menggunakan lambang atau simbol FPI.
"Beda dengan Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai terlarang dan menurut UU 27/1999 (Pasal 107a KUHPidana) menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme, adalah merupakan tindak pidana yang dapat dipadana," jelasnya.
Hamdan Zoelva juga menyoroti terkait adanya Maklumat Kapolri yang melarang penyebaran konten yang berhubungan dengan FPI.
Menurut Hamdan Zoelva, mengacu pada penjelasan sebelumnya, tidak ada ketentuan pidana yang melarang penyebaran konten FPI.
"Tidak ada ketentuan pidana yang melarang menyebarkan konten FPI karenanya siapa pun yang mengedarkan konten FPI tidak dapat dipidana"
"Sekali lagi objek larangan adalah kegiatan yg menggunakan simbol atau atribut FPI oleh FPI," terangnya.
Hamdan menjelaskan tentang putusan Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013 tentang ormas.
Dimana, di sana disebutkan bagaimana perlakuan pemerintah terhadap beberapa kriteria ormas.
"Menurut Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013, Ada tiga jenis Ormas yaitu Ormas berbadan Hukum, Ormas Terdaftar dan Ormas Tidak terdaftar"
"Ormas tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya, sedangkan Ormas terdaftar mendapat pelayanan negara," jelasnya.
Selain itu, ia menjelaskan, Undang-undang tidak mewajibkan sebuah ormas harus terdaftar atau berbadan hukum.
"UU tidak mewajibkan suatu Ormas harus terdaftar atau harus berbadan hukum. Karena hak berkumpul dan bersyarikat dilindungi konstitusi"
"Negara hanya dapat melarang kegiatan Ormas jika kegiatannya menggangu keamanan dan ketertiban umum atau melanggar nilai-nilai agama dan moral."
"Negara juga dapat membatalkan badan hukum suatu Ormas atau mencabut pendaftaran suatu Ormas"
"sehingga tidak berhak mendapat pelayanan dari negara jika melanggar larangan-larangan yang ditentukan UU."
Terakhir, Hamdan Zoelva menerangkan, negara dapat melarang suatu organisasi apabila organisasi itu terbukti sebagai kelompok terorisme.
"Negara dapat melarang suatu organisasi jika organisasi itu terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi teroris"
"Atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi kejahatan," tandasnya.
Sebagian berita ini tayang di Warta Kota dengan judul: Rekening Bank FPI Diblokir Pemerintah, Saldo Sekitar Rp 1 Miliar, Ini Penjelasan Tim Kuasa Hukum FPI