TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah meminta pemerintah memberlakukan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total dari 11-31 Januari 2021 terhadap Kabupaten/Kota se Jawa dan Bali yang positif ratenya di atas 5 persen.
Implementasi kebijakan ini tidak bisa ditunda lagi mengingat grafik penyebaran covid-19 ini menunjukkan tren kenaikan sejak dua minggu terakhir.
Jika abai dengan tingginya positif rate Covid-19 maka krisis kesehatan di depan mata dan semakin membahayakan.
"Saat ini, kita memasuki tahun keprihatinan nasional di bidang kesehatan dan ekonomi. Ini adalah keprihatinan kolektif sebagai bangsa. Bahwa pandemi ini harus ditangani secara gotong-royong. Untuk itu, pemerintah bersama masyarakat harus bahu membahu memutus mata rantai penyebaran virus ini," ujar Said di Jakarta, Kamis (7/1/2020).
Menurut Said, kondisi pandemi Covid-19 kian menunjukkan tren ke arah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan rakyat dan dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Baca juga: Ini Tahapan dan Jadwal Lengkap Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19
Karena itu, PSBB total dan ketat mutlak diterapkan.
"Dengan pemberlakuan kebijakan PSBB bersifat total maka tidak ada lagi aktivitas perkantoran, hotel, wisata, restoran dan belajar mengajar secara konvensional. Semuanya dilaksanakan secara daring," jelasnya.
Meski demikian, aktivitas yang bersifat strategis seperti; distirbusi bahan makanan, tempat belanja, pekerja konstruksi dan suplay energi, pekerja medis masih diperbolehkan.
Namun semuanya dilaksanakan dengan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat dan diawasi langsung oleh aparat penegak hukum.
Untuk itu kata Said pemerintah menjamin kebutuhan pangan pokok sehari-hari rakyat yang termasuk kategori sangat miskin dengan merujuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) pada wilayah yang ditetapkan PSBB Total.
"Badan Anggaran DPR akan memberikan dukungan penuh agar seluruh kebutuhan anggaran untuk menjalankan kebijakan ini berjalan dengan baik, lancar dan sukses," tegas Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perekonomian ini.
Lebih lanjut, Said juga mengingatkan pemerintah agar jumlah test, tracing dan isolasi harus dengan menajemen yang baik.
Hal ini penting, mengingat, rasio test Covid-19 per 1 juta penduduk masih sangat rendah, yakni hanya 27.799 ribu.
Angka ini kalah jauh di bandingkan dengan dengan India yang menempati peringkat kedua dunia dari total kasus.
Namun rasio test Covid-19 mencapai 128.623 orang per 1 juta penduduk.
"Kita juga kalah jauh dengan negara tetangga kita seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, bahkan kita kalah dengan Myanmar," imbuh politisi asal Sumenep, Madura ini.
"Saya merekomendasikan test Covid19 dinaikkan menjadi 100.000 per 1 juta penduduk dan secara konsisten naik jumlah tesnya. Manajemen tracing juga di gencarkan, dengan memobilisasi seluruh sumber daya, termasuk memastikan pengawasan isolasi pasien Covid19 terutama yang OTG berjalan dengan baik," ulasnya.
Pemerintah tegas Said harus memastikan tidak saja kesediaan jumlah vaksin dan tenaga vaksinasi serta perlatan serta operasionalnya, lebih dari itu kemampuan vaksin bekerja dengan baik.
Setidaknya probalitasnya diatas 90 persen dari seluruh populasi imunitasnya bekerja dengan baik setelah divaksin.
Hal ini sekaligus memastikan kekebalan kawanan (herd immunity) berjalan dengan baik.
Sebab bila imunitas vaksin tidak maksimal, sementara vaksinasi diharapkan sebagai tonggak atau harapan kenormalan hidup paska pandemi.
"Dan untuk menjalankan ini harus dengan ongkos anggaran yang besar, apabila gagal kita terancam kehilangan banyak hal, sumber daya, waktu, dan nyawa rakyat," terangnya.
Said juga menambahkan pemerintah sebaiknya mengedepankan komunikasi publik yang terbuka, transparan dan bersifat partisipatif dalam penanganan Covid19.
Sebab hal itu menjadi fondasi kepercayaan bagi banyak pihak, khususnya para pelaku usaha, sehingga dasar kebijakan itu benar-benar dapat dijadikan acuan mereka menyusun rencana usaha, tidak menghadapi ketidakpastian yang berlarut-larut.
Dukungan Anggaran
Said yang juga Politisi Senior PDI Perjuangan ini mengatakan dukungan politik anggaran terhadap upaya menuntaskan covid-19 ini sangat besar.
Pada tahun 2020 DPR RI telah memberikan persetujuan dan dukungan Anggara untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020 sebesar Rp. 695 triliun.
Untuk menyediakan anggaran sebesar ini, DPR menyetujui pula pelebaran defisit APBN yang semula dibatasi maksimal 3 persen PDB menjadi lebih dari 3 persen PDB.
Hal ini tertuang dalam Undang Undang No 2 tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Atas dasar Undang Undang tersebut, APBN 2020 defisit menjadi 6,3 persen, meskipun realisasinya mencapai 6,09 persen.
Kebijakan ini tambah Said harus dibayar mahal dengan menambah porsi utang. Sebab dalam situasi ekonomi terkontraksi bahkan resesi tidak memungkinkan untuk mengandalkan penerimaan perpajakan seperti saat sebelum pandemi.
Untuk menopang Program PEN 2020 DPR menyetujui kebijakan untuk menaikkan utang pemerintah, bila tahun 2019 total utang pemerintah sebesar Rp. 4.778,6 triliun (29,8% dari PDB), total utang pada tahun 2020 naik menjadi Rp. 5.877,1 triliun (37,8 % PDB).
“Semua ini kita tempuh agar pemerintah memiliki kecukupan amunisi untuk menjalankan PEN 2020, khususnya dalam penanganan dan pengendalian Covid19. Sebab dengan keberhasilan Penanganan Covid-19 akan menjadi pijakan penting untuk memastikan keselamatan dan kesehatan rakyat,” pungkasnya.