Namun saat tertimbun lumpur, tentu akan sulit bagi pinger untuk mengirim sinyal frekuensinya.
"Kalau di celah-celah dia masih aman, karena berada di reruntuhan pesawat, tapi kalau sudah tertimbun lumpur, itu memang agak sulit," tutur Tatang.
Perlu diketahui, ada sejumlah elemen penting yang terdapat dalam kotak hitam (black box) yakni Flight Data Recorder (FDR), Cockpit Voice Recorder (CVR), hingga pinger.
"Setiap pesawat sesuai aturan internasional, untuk penerbangan sipil ini ya, harus membawa dua elemen, yang satu Flight Data Recorder atau FDR, yang kedua Cockpit Voice Recorder atau CVR," jelas Tatang.
FDR dan CVR ini memang dikenal sebagai kotak hitam atau black box, namun warnanya justru oranye.
"Nah kedua alat ini sering disebut black box, warnanya oranye walaupun disebut black box, tidak ada warna lain, mencolok sekali," kata Tatang.
Baca juga: Selasa Pagi RS Polri Terima 56 Kantong Jenazah Korban Pesawat Sriwijaya Air SJ-182
Pada kedua elemen tersebut terdapat pinger yakni baterai yang bentuknya seperti tabung dan mengeluarkan bunyi untuk menandakan keberadaan black box.
"Di kedua alat itu ada yang namanya pinger, pinger itu baterai lonjong, itu terikat di situ," ujar Tatang.
Biasanya, dalam banyak kasus, pinger ini masih menempel pada FDR, sehingga akan diperoleh komponen black box secara utuh.
"Selalu melekat pada dua alat (FDR dan CVR) di black box itu, kalau kita bisa mendekati suara itu, bisa mendapatkan bahwa black box itu masih full dengan pingernya itu," tutur Tatang.
Namun hantaman keras pesawat yang jatuh dan tenggelam di dasar laut, dapat memberikan dampak besar pada FDR.
Karena elemen ini bisa saja terlepas dari pinger yang menjadi penanda dalam proses pencarian black box.
"Yang dikhawatirkan biasanya kalau jatuh ke laut, impactnya besar, maka FDR lepas dari pesawat, dan FDR nya juga (bisa) lepas dari pingernya," papar Tatang.
Umumnya, pinger pada pesawat memiliki masa satu bulan untuk memunculkan bunyi, namun kini daya tahan baterainya lebih lama menjadi 90 hari.