"Nah pinger masih terus berbunyi, dulu pinger itu berbunyinya hanya 30 hari, frekuensinya 37,5 kilohertz. Sekarang sudah ditambah, jadi 90 hari daya tahan baterainya dan frekuensinya lebih rendah lagi 8,8 kilohertz," kata Tatang.
Oleh karena itu, karena berburu dengan waktu, ia mengatakan bahwa tim penyelam yang tengah mencari black box pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu itu harus mengetahui apakah pinger yang dipasang itu baru atau lama.
"Jadi ini yang mau mencari suara itu, minimal ya kita harus tahu pesawat Sriwijaya ini sudah dipasangi pinger yang baru atau yang lama. Kalau dipasangi yang lama," tegas Tatang.
Baca juga: Kemenhub: Penuhi Hak-hak Korban Kecelakaan Sriwijaya Air Sesuai Ketentuan
Ia pun mengaku tidak tahu apakah KNKT saat ini memiliki pinger finder untuk bisa mencari frekuensi.
"Saya nggak begitu paham, apakah KNKT sudah mempunyai pinger finder, alat untuk mencari pinger itu? Apakah itu alat yang baru untuk mencari (frekuensi) 8,8 kilohertz atau untuk 37,5 (kilohertz)?," tutur Tatang.
Ia pun berharap jika pinger telah ditemukan, alat tersebut tidak terlepas dari black box.
"Nah kemudian kalau sudah dapat itu, mudah-mudahan si pinger ini tidak loncat dari black box nya. Sehingga yang dicari, black boxnya ada di situ," papar Tatang.
Karena hal ini pernah terjadi pada kasus jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 pada 2015 lalu.
"Pengalaman AirAsia, ini lepas, si pingernya itu lepas, tidak dengan black boxnya," pungkas Tatang.
Sebelumnya, pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 dengan rute Jakarta (CGK) - Pontianak (PNK) telah kehilangan kontak pada Sabtu (9/1/2021), pukul 14.40 WIB.
Pesawat Boeing 737-500 ini jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
Dalam pesawat naas ini, terdapat 6 kru aktif serta 6 kru tambahan, 40 penumpang dewasa, 7 anak-anak dan 3 bayi.