Pesawat kemudian terbang ke arah barat laut dan mencapai ketinggian 10.900 kaki pada pukul 14.40 WIB.
Namun, pesawat menurun dan data terakhir menunjukkan pesawat berada di ketinggian 250 kaki hingga akhirnya tak terpantau radar.
Soerjanto juga menduga pesawat tidak meledak sebelum terjun ke laut.
Baca juga: Kotak Hitam Sriwijaya Air SJ-182 yang Ditemukan Adalah FDR
Hal ini didasarkan pada adanya sebaran puing-puing pesawat dengan besaran lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter yang didapat dari KRI Rigel.
"Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," jelasnya.
Dugaan ini diperkuat dengan temuan Basarnas berupa mesin turbine disc dengan fan blade yang mengalami kerusakan.
"Kerusakan pada fan blade menunjukkan bahwa kondisi mesin masih bekerja saat mengalami benturan. Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih berfungsi sampai dengan pesawat pada ketinggian 250 kaki," ungkap dia.
Baca juga: Keluarga Kenang Permintaan Terakhir Pramugari Sriwijaya Air pada Orangtua : Ma, Mia Mau Berangkat
2. Pengamat Penerbangan Sebut Kemungkinan Elevator Copot
Dikutip dari TribunTimur, pengamat penerbangan Andi Isdar Yusuf menduga jatuhnya pesawat Sriwijaya Air disebabkan oleh elevator yang copot.
Lepasnya elevator itu mengakibatkan pesawat terjun bebas ke laut.
Menurut Andi, elevator adalah kompartemen penting dalam penerbangan.
Ketika elevator lepas, pilot tak bisa berbuat banyak.
“Dugaan saya, elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ82 copot. Ini kompartemen penting dalam pesawat."
"Kalau ini copot, pilot tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Andi Isdar Yusuf via telepon, Senin (11/1/2021) pagi.