News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT Menteri KKP

KPK Duga Edhy Prabowo Beli Sejumlah Mobil Pakai Uang Ekspor Benur ke Banyak Pihak

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (4/1/2021).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menggunakan uang suap hasil ekspor benur atau benih bening lobster untuk membeli sejumlah unit mobil bagi pihak lain.

Penelusuran dugaan ini dilakukan tim penyidik KPK dengan memeriksa Edhy dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2020 pada Jumat (15/1/2021).

Selain diperiksa sebagai tersangka, Edhy Prabowo juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lainnya, yakni sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin.

Baca juga: KPK Sita Tas dan Baju Merek Ternama yang Dibeli Edhy Prabowo di Amerika

Soalnya kegiatan memborong beberapa unit mobil yang dibagi-bagi ke pihak lain ini dilakukan oleh Amiril Mukminin atas perintah Edhy Prabowo.

"Tersangka EP (Edhy Prabowo) didalami keterangannya terkait dengan adanya dugaan pembelian barang diantaranya beberapa unit mobil oleh tersangka AM (Amiril Mukminin) atas perintah tersangka EP untuk selanjutnya diberikan kepada pihak-pihak lain," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Sabtu (16/1/2021).

Baca juga: KPK Panggil Dirjen Perikanan Budidaya KKP di Kasus Suap Ekspor Benur Edhy Prabowo

Selain memeriksa Edhy Prabowo, dalam mengusut kasus ini, tim penyidik juga memeriksa sejumlah saksi dan tersangka lainnya.

Salah satunya, bos PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito yang menyandang status tersangka pemberi suap kepada Edhy.

Dalam pemeriksaan ini terungkap Suharjito tak hanya menyuap Edhy dan staf khususnya di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Untuk memperlancar usahanya sebagai eksportir benur, Suharjito juga diduga memberian uang kepada pihak-pihak tertentu di beberapa wilayah di Indonesia.

"Tersangka SJT (Suharjito) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP dan kawan-kawan sekaligus sebagai tersangka. Didalami adanya dugaan pemberian sejumlah uang kepada pihak-pihak tertentu di beberapa wilayah di Indonesia untuk memperlancar usaha saksi sebagai eksportir benur," beber Ali.

Sementara terhadap saksi Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto, tim penyidik mencecarnya mengenai awal mula terbitnya Peraturan Menteri KKP Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia.

Aturan yang ditandatangani Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan pada 4 Mei 2020 dan diundangkan sehari kemudian itu menjadi penanda dibukanya keran ekspor benur yang sebelumnya telah dilarang.

Tak hanya soal Peraturan Menteri Nomor 12/2020, tim penyidik KPK juga mendalami mengenai peran para anggota tim uji tuntas (due diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang dibentuk oleh Edhy Prabowo.

Tim yang dipimpin oleh dua staf khusus Edhy Prabowo, yakni Andreau Pribadi Misata dan Safri tersebut diduga menjadi perantara suap dari para eksportir benur untuk Edhy.

Andreau dan Safri sendiri telah menyandang status tersangka kasus yang sama.

"Slamet Soebjakto (Dirjen Perikanan Budidaya KKP) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Suharjito dan kawan-kawan. Didalami pengetahuannya terkait dengan awal mula terbitnya Permen KKP Nomor12 dan peran dari para anggota Tim Due Diligence yang diangkat secara khusus oleh tersangka EP," ungkap Ali.

Selain itu, tim penyidik juga mendalami mengenai proses dan teknis pengecekan dan pengemasan benur untuk diekspor.

Hal ini didalami tim penyidik saat memeriksa Kepala Badan Karantina Ikan Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP Rina.

Terhadap saksi Agus Kurniawanto selaku Manajer Kapal PT Dua Putra Perkasa, tim penyidik mendalami mengenai adanya dugaan komunikasi antara Agus dengan pihak-pihak tertentu di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Dan didalami teknis pengajuan perizinan ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan," kata Ali.

Tak hanya itu, tim penyidik juga mendalami teknis perizinan PT Dua Putra Perkasa selaku eksportir benur di daerah.

Hal ini dilakukan tim penyidik dengan memeriksa staf PT Dua Putra Perkasa, Adi Sutejo.

Pada Jumat (15/1/2021) kemarin, tim penyidik sedianya juga menjadwalkan memeriksa Zulfikar Mochtar selaku mantan Dirjen Perikanan Tangkap Jalan.

Namun, Zulfikar mengaku tak dapat memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Untuk itu, tim penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaan Zulfikar.

"Yang bersangkutan memberikan konfirmasi tidak hadir dan diagendakan  pemeriksaan kembali pada hari Senin (18/1/2021)," ujar Ali.

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy. PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK  menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini