TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi hukum senior Dr Tengku Murphi Nusmir SH MH menyayangkan pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang terlalu prematur dan mendahului proses peradilan, terkait kematian 6 anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) dalam insiden dengan Polri.
Mahfud menyatakan, tak akan terjadi insiden jika polisi tidak dipancing-pancing laskar FPI.
Mahfud siap membuktikan hal tersebut di pengadilan karena ia mengklaim punya rekamannya.
"Pernyataan itu terlalu prematur dan mendahului proses peradilan. Tak seharusnya Menko Polhukam seperti itu. Apalagi ia ahli hukum," ujar Tengku Murphi Nusmir di Jakarta, Sabtu (16/1/2021).
Baca juga: Komnas HAM yakin Hasil Investigasi Tewasnya 6 Laskar FPI Dipercaya Dunia Internasional
Murphi meminta semua pihak berpegang pada hukum dan menghormati rekomendasi Komnas HAM yang telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
Laporan Komnas HAM tersebut pun telah mendapat apresiasi dari Panglima Tertinggi TNI/Polri itu, serta menginstruksikan Polri agar menindaklanjuti semua rekomendasi Komnas HAM dalam kasus itu.
Dalam temuan investigasinya, Komnas HAM membagi dua konteks peristiwa.
Konteks pertama, 2 laskar FPI tewas ketika bersitegang dengan aparat kepolisian dari Jalan Internasional Karawang Barat sampai KM 49 Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Sedangkan tewasnya 4 laskar FPI lainnya disebut masuk pelanggaran HAM.
Sebab, keempatnya tewas ketika sudah dalam penguasaan aparat kepolisian.
Baca juga: Komnas HAM Tak Temukan Indikasi Pelanggaran HAM Berat dalam Kasus Tewasnya 6 Laskar FPI
Dengan adanya pelanggaran HAM ini, Komnas HAM merekomendasikan kasus ini diselesaikan melalui mekanisme pengadilan pidana untuk menentukan siapa yang bersalah dan harus bertanggung jawab.
"Selayaknya lah semua pihak berpegang pada rekomendasi Komnas HAM, dan biarlah pengadilan yang memutuskan secara objektif dan independen. Jangan mendahului proses peradilan melalui kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya spekulatif," kata Murphi yang juga Ketua Umum Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI).
Begitu pun kesimpulan Mahfud bahwa petugas kepolisian melakukan kealpaan sehingga penembakan itu terjadi, menurut Murphi hal itu tak pada tempatnya.
"Kealpaan atau kesengajaan, biarlah pengadilan yang menguji. Kealpaan atau kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal pun ada delik pidananya," ujar Murphi merujuk Pasal 359 dan 360 KUHP.
"Tidak ada pidana tanpa kesalahan. Jadi, Pak Mahfud tidak usah khawatir terhadap hasil rekomendasi Komnas HAM terhadap petugas kepolisian yang diduga melakukan penembakan terhadap beberapa laskar FPI yang meninggal, jika apa yang dilakukan petugas sesuai prosedur atau Peraturan Kapolri. Undang-undang maupun doktrin hukum pidana sudah mengatur apa yang dilarang dan apa yang seharusnya dilakukan penegak hukum," lanjutnya.
Baca juga: Komnas HAM: Presiden akan Minta Kapolri Tindaklanjuti Hasil Investigasi Tewasnya Laskar FPI
Murphi menegaskan, siapa pun orangnya, baik polisi atau pun laskar FPI, yang diduga membawa senjata, sepanjang bertentangan dengan undang-undang, sudah sepatutnya diberikan sanksi hukum.
"Sipil yang membawa senjata tanpa izin bisa dikenai UU Darurat No 12 Tahun 1951," ujarnya.
Apa yang nanti diputuskan pengadilan, termasuk jika ada oknum polisi yang dinyatakan bersalah, Murphi minta semua pihak menghormatinya.
"Indonesia ini negara hukum. Siapa pun harus menjunjung tinggi supremasi hukum. Tak ada yang kebal hukum di republik ini, sesuai prinsip equality before the law (kesetaraan di muka hukum," katanya.