TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) belum memperoleh informasi mengenai kepastian penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, pihaknya terus membangun komunikasi dengan otoritas Arab Saudi, untuk memperoleh informasi terkait pelaksanaan ibadah haji tahun 2021.
Hal itu ia sampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Senin (18/1/2021).
"Dirjen penyelenggaraan haji dan umrah telah bertemu dan berkoordinasi dengan otoritas terkait di Arab Saudi pada Desember 2020."
"Dan insya Allah nanti sore kita jadwalkan untuk berkomunikasi secara virtual dengan menteri haji dan umrah Arab Saudi untuk memperoleh kepastian ini," ucap Yaqut.
"Dari koordinasi tersebut diperoleh informasi sementara bahwa sampai saat ini kepastian tentang ada atau tidaknya penyelenggaraan ibadah haji 2021 belum diperoleh," imbuhnya.
Baca juga: Polisi Tangkap Pemilik Biro Perjalanan Haji dan Umrah Karena Gelapkan Dana Jemaah Rp 862 Juta
Menag menyampaikan, Pemerintah Arab Saudi saat ini masih fokus pada penanganan Covid-19 di dalam negeri, serta pemantauan penanganan Covid-19 pada negara-negara pengirim jemaah haji.
Namun demikian, Kemenag telah menyiapkan tiga skenario terkait penyelenggaraan ibadah haji 2021.
Pertama kuota penuh, kedua kuota terbatas, dan ketiga tidak memberangkatkan jemaah haji seperti tahun lalu.
"Pemerintah saat ini tetap bekerja untuk menyiapkan opsi pertama, yaitu kuota penuh, meskipun sangat bergantung dengan Pemerintah Saudi," ucap Yaqut.
"Kita semua berharap agar wabah ini segera berakhir, sehingga penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021 bisa berjalan secara normal seprti tahun-tahun sebelumnya," harapnya.
Yaqut melanjutkan, sesuai kalender hijriah dan jika berdasarkan asumsi haji bisa dilaksanakan normal, Kemenag memperkirakan jadwal pemberangkatan kloter awal jemaah haji tahun 2021 akan mulai dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2021.
"Kondisi ini menunjukkan bahwa waktu yang tersisa untuk persiapan penyelenggaraan ibadah haji hanya tersisa sekitar 5 bulan," paparnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan, Arab Saudi tak membuka akses bagi jemaah haji, imbas pandemi Covid-19.
Atas kondisi itu, pemerintah membatalkan keberangkatan jemaah haji 2020.
Fachrul Razi menyampaikan, keputusan ini cukup berat, karena ibadah haji memang rutin dilakukan.
Dalam undang-undang, pemerintah wajib menyelenggarakan haji dan menjamin keamanan kesehatan jemaah.
"Pihak Pemerintah Arab Saudi tak kunjung membuka akses bagi jemaah haji dari negara mana pun."
"Akibatnya pemerintah tak punya cukup waktu untuk persiapan," kata Fachrul Razi, Selasa (2/6/2020).
Fachrul Razi menyampaikan, pada 26 Juni 2020 merupakan keberangkatan pertama calon jemaah haji asal Indonesia.
Pemerintah melihat kondisi ini tidak cukup waktu untuk mempersiapkan perlindungan jamaah.
Sehingga, atas kondisi ini Kementerian Agama juga telah melakukan konsultasi ke MUI untuk mendapatkan pandangan keagamaan terkait pembatalan keberangkatan jemaah haji di masa pandemi.
"Berbagai situasi ini menjadi pertimbangan penting dalam memutuskan kepastian haji 2020."
"Kita juga komunikasi dengan mitra kami di Komisi VIII DPR terkait perkembangan ini," katanya.
Menurut Fachrul Razi, pembatalan keberangkatan jemaah haji ini berlaku untuk semua warga Indonesia, baik yang mengikuti kuota haji pemerintah, maupun yang memiliki visa haji khusus yang dikeluarkan Pemerintah Arab Saudi.
"Ini berlaku untuk semua warga Indonesia."
"Maksudnya pembatalan itu tidak hanya untuk kuota haji pemerintah, baik reguler maupun khusus."
"Tapi juga jemaah yang mengunakan visa haji mujamalah atau undangan ataupun visa khusus," ujarnya.
Kurang lebih ada 221 ribu calon jemaah haji asal Indonesia yang batal melaksanakan ibadah haji tahun ini.
Menteri Agama Fachrul Razi Razi mengatakan, kuota jemaah haji 2020 untuk Indonesia ada 221.000 orang.
Jumlah ini terdiri dari 203.320 kuota haji 2020 reguler dan 17.680 kuota haji khusus.
"Pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan ibadah haji pada penyelenggaraan ibadah tahun 1441 H atau tahun 2020," kata Fachrul Razi, Selasa (2/6/2020).
Dengan adanya pembatalan itu, Fachrul Razi memastikan 221.000 calon jemaah haji gagal berangkat ke Tanah Suci pada tahun ini.
Meski begitu, Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) tahun 2020 akan dikembalikan kepada calon jemaah haji.
"Nilai manfaat diberikan kembali kepada mereka berdasarkan pelunasan BPIH."
"Setoran juga dapat diminta kembali kalau dia butuhkan."
"Silakan dan kami dukung dengan sebaik-baiknya," kata Fachrul Razi.
Namun, jika jemaaah haji dan reguler tidak meminta uang BPIH dan telah melunasi biaya perjalanan haji tahun ini, maka mereka akan menjadi jemaah haji tahun 2021.
"Seiring keluarnya pembatalan jemaah haji reguler dan khusus yang telah melunasi BPIH tahun ini akan menjadi jemaah haji 2021 Masehi mendatang," jelasnya.
Menurut Fachrul Razi, Setoran BPIH yang telah dibayarkan akan disimpan dan dikelola oleh Badan Pengelola Ibadah Haji (BPIH).
Nilai manfaatnya akan diberikan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
"Setoran BPIH yang dibayarkan akan disimpan dan dikelola terpisah oleh badan pengelola haji."
"Nilai manfaat BPIH kepada jemaah haji paling lambat 30 hari pemberangkatan awal 2021 Masehi," katanya.
Fachrul Razi menggarisbawahi, pemanfaatan ini diberikan perorangan karena pelunasan BPIH tak sama.
Karena, paling rendah Rp 6 juta seperti jemaah di Aceh dengan uang muka Rp 25 juta, paling tinggi Rp 16 juta dari Makassar