Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang beragenda pembacaan pleidoi terdakwa Pinangki Sirna Malasari, Rabu (20/1/2021) malam.
Pinangki membacakan sendiri nota pembelaannya itu.
Sambil menangis, Pinangki meminta maaf kepada institusi Kejaksaan, anak, suami, serta keluarga dan sahabatnya kerena telah terlibat dalam kasus Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
"Pada kesempatan ini ijinkan saya untuk memohon maaf kepada institusi kejaksaan, anak dan keluarga serta kepada sahabat-sahabat saya," kata Pinangki membacakan pleidoi sambil terisak.
Baca juga: Orang Tua Pinangki Meninggal Dunia, Hakim Tunda Sidang dan Izinkan Terdakwa Melayat
Bahkan, Pinangki mengaku merasa sangat menyesal atas keterlibatan dalam perbuatan yang membawanya ke jurang kehancuran hidup dan karirnya itu.
Pinangki sadar keterlibatannya ini akan menghancurkan karirnya sebagai jaksa yang sudah diembannya sejak tahun 2008, dan terancam kehilangan pekerjaannya itu.
Serta, melewatkan tumbuh kembang anaknya yang saat ini masih kecil.
Baca juga: Saksi dari Kejagung Tepis Pengakuan Pinangki Lapor Posisi Djoko Tjandra di Malaysia
Pinangki merasa dirinya tak lagi bisa disebut sebagai anak yang bisa menjadi kebanggaan orang tua.
"Saya sangat merasa bersalah atas perbuatan saya ini dan sangat menyesal telah terlibat suatu perbuatan yang telah membuat saya menghancurkan hidup saya sendiri. Kehidupan yang telah saya bangun bertahun-tahun. Saya telah mengungkapan di depan persidangan yang Mulia ini semua perbuatan saya," ungkap Pinangki.
"Dari lubuk hati yang paling dalam saya menyampaikan bahwa perbuatan yang tidak pantas dan tercela, membuat saya mempermalukan institusi kejaksaan, membuat saya mempermalukan seluruh keluarga saya, membuat saya harus kehilangan kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anak saya satu-satunya, Bima, pada masa pertumbuhannya," lanjut dia.
Baca juga: Pinangki Dituntut Terlalu Rendah, MAKI Protes ke Kejaksaan Agung
Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI itu menyebut jika waktu bisa diputar, ia ingin mengambil pilihan berbeda dan tak terlibat dalam perkara Djoko Tjandra.
"Tiada lagi rasa penyesalan yang lebih besar yang bisa saya ungkapkan lagi, andaikan bisa membalik waktu ingin saya rasanya mengambil pilihan yang berbeda dalam peristiwa ini," ucap Pinangki.
Dalam perkara dugaan suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait terpidana Joko Soegiarto Tjandra, Pinangki Sirna Malasari dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menyatakan Pinangki terbukti menerima suap hingga pencucian uang terkait terpidana korupsi hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.
Sebagai aparat penegak hukum, Pinangki disebut tak mendukung program pemerintah dalam rangka memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dalam surat dakwaan, Pinangki disebut menerima uang sebesar 500 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.
Uang itu dimaksudkan untuk membantu pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan ke Djoko Tjandra atas kasus hak tagih Bank Bali selama 2 tahun penjara tidak dapat dieksekusi.
Jaksa menerangkan uang 500 ribu dolar AS itu merupakanfeedari jumlah 1 juta dolar AS yang dijanjikan Djoko Tjandra.
Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung ini juga didakwa dengan pasal pencucian uang.
Ia membelanjakan uang tersebut di antaranya untukmembeli 1 unit mobil BMW X5 warna biru seharga Rp1.753.836.050; pembayaran apartemen di Amerika Serikat Rp412.705.554; dan pembayaran dokter kecantikan di Amerika Serikat Rp419.430.000.
Pinangki dinilai juga telah melakukan perbuatan Pemufakatan Jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra dalam pengurusan fatwa MA.
Mereka menjanjikan uang 10 juta dolar AS kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung.