TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Kristen Gray akhirnya diusir dari Indonesia. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali menjatuhkan sanksi deportasi kepada Warga Negara Asing (WNA) Amerika Serikat itu setelah ia membuat polemik di media sosial.
Ia mengajak WNA lainnya untuk tinggal di Pulau Dewata, dan menceritakan bagaimana Pulau Dewata itu menjadi daerah yang ramah bagi kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di masa pandemi.
"Tindak lanjut WN Amerika Serikat Kristen Gray (dan pasangannya) dikenakan tindakan administrasi keimigrasian pendeportasian atau pengusiran," kata Kepala Kanwil Kemenkumham Bali Jamaruli Manihuruk saat konferensi pers di Kanim Imigrasi Denpasar, Selasa (19/1/2021).
Sanksi deportasi itu dijatuhkan setelah Gray dan pasangannya menjalani pemeriksaan di Kantor Imigrasi Denpasar, Jalan Panjaitan, Denpasar, Bali, dari pukul 10.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita.
Pasangan Gray ikut dideportasi karena dianggap ikut terlibat.
"Mereka sama-sama, dia terlibat dalam kegiatan tersebut," kata Jamaruli.
Hingga kemarin Gray masih ditahan di Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar.
Jamaruli mengatakan pihaknya belum bisa langsung mendeportasi Gray karena belum ada penerbangan menyusul Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama dua pekan mulai 11-25 Januari.
Baca juga: Isi Buku Milik Kristen Gray Berjudul Kehidupan Bali Kami adalah Milik Anda, Harganya Ratusan Ribu
"Kami masih mencari tiket penerbangan pulang ke negaranya dan juga melakukan swab berbasis PCR untuk yang bersangkutan agar bisa dapat kembali ke negaranya. Karena kalau terlalu cepat juga tapi penerbangan ke negaranya tidak ada juga percuma saja," kata Jamaruli.
"Tapi kami akan mengupayakan secepat mungkin tiketnya agar yang bersangkutan bisa kembali ke negaranya sesegera mungkin. Kalau ada pesawat penerbangan (ke AS), kita juga tidak mau menunggu lama-lama," ujarnya.
Gray sebelumnya membuat heboh di jagat media sosial setelah membuat rangkaian tuit berisi ajakan kepada para WNA untuk eksodus ke Bali karena alasan faktor kenyamanan, biaya hidup murah serta lingkungan ramah kelompok LGBT.
"Dia merasa nyaman tinggal di Bali karena aman, biaya murah, bisa menikmati hidup mewah, lingkungan yang bersahabat dengan LGBT, dan bisa tinggal di tengah komunitas kulit hitam," kata Kepala Humas Ditjen Imigrasi, Arvin Gumilang dalam keterangan resminya, Selasa (19/1/2021).
Di sisi lain Grey sendiri tidak merasa punya masalah dengan izin tinggal di Indonesia.
Dia mengaku dideportasi hanya karena mengucapkan pernyataan mengenai LGBT.