Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat, Muhammad Isnur menyatakan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Jaksa sebelumnya mendakwa Jumhur menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran berujung demo ricuh tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Namun sebelum mengajukan eksepsi, Isnur dan tim hukum lainnya akan membahas poin-poin keberatan bersama Jumhur selaku kliennya.
Baca juga: Jumhur Hidayat Tolak Dakwaan Jaksa Sebut Cuitannya di Twitter Picu Demo Rusuh UU Cipta Kerja
"Pada pokoknya dari kuasa hukum akan mengajukan, tapi pada pkoknya kami harus bertemu dengan terdakwa," ucap Isnur di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/1/2021).
Dalam persidangan yang digelar hari ini, Jumhur tegas menyatakan penolakannya terhadap dakwaan jaksa.
Hal itu ia sampaikan setelah diminta menanggapi isi dakwaan jaksa.
Baca juga: Kuasa Hukum Pentolan KAMI: Cuitan Jumhur Hidayat Tak Ada Kaitannya Dengan Dakwaan Picu Keonaran
"Saya menolak," singkat Jumhur yang tersambung secara daring.
Adapun sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan eksepsi kubu terdakwa akan digelar pada Kamis (28/1/2021) pekan depan.
Isi Dakwaan Jaksa
Jaksa Penuntut Umum mendakwa Jumhur Hidayat menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang - Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.
Baca juga: Deklarator KAMI Jumhur Hidayat Didakwa Buat Onar dan Sebarkan Berita Bohong Berujung Demo Ricuh
Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.
"Salah satunya, muncul berbagai pro kontra terhadap Undang-undang Cipta Kerja tersebut sehingga muncul protes dari masyarakat melalui demo. Salah satunya, demo yang terjadi pada tanggal 8 Oktober 2020 di Jakarta yang berakhir dengan kerusuhan," imbuh jaksa.
Baca juga: Masih Belum Lengkap, Kejagung Kembalikan Berkas Jumhur Hidayat Cs ke Bareskrim Polri
Cuitan Jumhur yang dianggap menyalakan api penolakan masyarakat terhadap UU Cipta Kerja terjadi pada 25 Agustus 2020.
Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".
Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan yang mirip-mirip berisi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".
Atas perbuatannya, Jumhur didakwa dengan dua dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari Undang-Undang RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.