Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) yang melakukan konferesi pers terkait tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Hotel Century, Jakarta Pusat sempat didatangi pihak kepolisian.
Kepolisian mendatangi lokasi konferensi pers usai mendapatkan informasi dari pihak hotel terkait kegiatan tersebut.
"Dari pihak hotel kasih tahu kami karena awalnya mereka makan di situ, tapi ternyata ada konpers. Makanya pihak hotel menyampaikan ke kita dan kita cek, takutnya kan nanti kesalahan," kata Kapolsek Tanah Abang Kompol Singgih Hermawan saat dikonfirmasi, Kamis (21/1/2021).
Polisi pun datang ke lokasi sekitar pukul 13.00 WIB.
Baca juga: TP3 Sebut 6 Laskar FPI Tidak Bersenjata dan Tidak Menyerang Polisi
Singgih menjelaskan kedatangannya jajarannya itu.
"Iya tadi kita cek protokol kesehataannya," ujarnya.
Dari temuan di lokasi, pihaknya tidak menemukan adanya pelanggaran protokol kesehatan dari acara tersebut.
Hanya ada 15 orang yang hadir di lokasi.
"Ya intinya kami tadi menyampaikan kalau melakukan kegiatan, kita patuhi protokol kesehatan," kata Singgih.
Diketahui, Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) menyayangkan sikap negara yang tidak menyampaikan ucapan belasungkawa ataupun permintaan maaf terkait kematian 6 laskar Front Pembela Islam (FPI) kepada keluarga korban.
Baca juga: Bareskrim Pastikan Bakal Tindak Lanjuti Rekomendasi Komnas HAM Terkait Kasus Tewasnya 6 Laskar FPI
"Sampai dengan saat ini negara republik Indonesia belum memberikan pertanggungjawaban publik atas peristiwa pembunuhan 6 laskar FPI dan tidak menyampaikan permintaan maaf ataupun belasungkawa kepada keluarga mereka," kata Anggota TP3 Marwan Batubara di hotel Century, Jakarta, Kamis (21/1/2021).
Padahal, kata Marwan, kasus penembakan 6 laskar FPI tersebut bukan merupakan kasus pembunuhan biasa. Sebaliknya, Komnas HAM menyatakan kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM.
"Kami dari TP3 dengan ini menyatakan bahwa tindakan aparat negara yang diduga melakukan pengintaian penggalangan opini dan penghilangan paksa sebagian barang bukti merupakan kejahatan kemanusiaan sehingga dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan kemanusiaan," jelasnya.
Baca juga: Komnas HAM Ungkap Anggota Laskar FPI Bertahan dan Melawan Polisi, Ada yang Tertawa-tawa
Lebih lanjut, ia menambahkan kasus tersebut sebagai pelanggaran terhadap kemanusiaan ataupun crime against humanity.
TP3 juga menilai kasus tersebut pelanggaran terhadap UU nomor 5 tahun 1995.
"Karena itu proses hukumnya harus melalui pengadilan HAM sesuai dengan UU nomor 26 tahun 2000," jelasnya.
Di sisi lain, imbuh Marwan, kasus penembakan itu merupakan penyerangan sistemik terhadap 6 warga sipil merupakan tindakan yang tidak manusiawi.
"TP3 menilai penyerangan sistemik terhadap 6 warga sipil merupakan tindakan yang tidak manusiawi yang dengan sengaja menyebabkan penderitaan berat pada luka tubuh atau untuk kesehatan mental dan fisik," jelasnya.
"Bagi kami ini adalah pengingkaran terhadap hak warga dan keluarganya yang semestinya dijamin oleh negara seperti terkandung dalam undang-undang nomor 13 tahun 2006 contoh undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban," tutupnya.
Sebagai informasi, TP3 merupakan bentukan dari 18 tokoh nasional. Di antaranya, Muhammad Amien Rais, Abdullah Hehamahua, Busyro Muqoddas, dan Muhyiddin Junaidi.
Selain itu, Marwan Batubara, Firdaus Syam, Abdul Chair Ramadhan, Abdul Muchsin Alatas, Neno Warisman, Edi Mulyadi dan Rizal Fadillah.
Berikutnya, HM Mursalim, Bukhori Muslim, Samsul Badah, Taufik Hidayat, HM Gamari Sutrisno, Candra Kurnia dan Adi Prayitno.