TRIBUNNEWS.COM - Tim advokasi kasus kematian enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) mengaku akan tetap berjuang menegakkan hukum.
Pihaknya kemudian melaporkan kasus penembakan ini ke Committee Against Torture (CAT) atau Komite Antipenyiksaan Internasional yang bermarkas di Jenewa, Swiss.
Laporan tersebut dibenarkan oleh Ketua tim advokasi Hariadi Nasution.
Baca juga: Bareskrim Pastikan Bakal Tindak Lanjuti Rekomendasi Komnas HAM Terkait Kasus Tewasnya 6 Laskar FPI
Menurut Hariadi, pihaknya telah mengirim laporan kepada Komite Antipenyiksaan Internasional sejak 25 Desember 2020 lalu.
"Tim adokasi enam warga Sipil yang dibunuh, sejak 25 Desember (2020) sudah mengirimkan laporan ke Commite Against Torture di Jenewa."
"Indonesia terikat dalam Konvensi Antipenyiksaan yang sudah diratifikasi melalui UU Nomor 5 Tahun 1998," ujar Ketua tim advokasi Hariadi Nasution kepada Kompas.com, Minggu (24/1/2021).
Selain ke Komite Antipenyiksaan Internasional, tim advokasi juga melaporkan kasus ini ke International Criminal Court (ICC).
Namun, pelaporan ke ICC tidak hanya berkaitan dengan kematian enam laskar FPI.
Tetapi, mereka juga melaporkan terkait dugaan pembunuhan dalam peristiwa 21-23 Mei 2019.
Baca juga: Amien Rais Bakal Buat Buku Putih Terkait Kasus Penembakan 6 Laskar FPI
Adapun, peristiwa 21-23 Mei 2019 yang dimaksud adalah saat demonstrasi menolak hasil Pilpres 2019 yang memenangkan Jokowi-Maruf Amin.
Dalam peristiwa itu, Hariadi menyebut ada korban yang tewas.
Hariadi menjelaskan, pelaporan ini memiliki tujuan yang jelas.
Pasalnya, mereka melihat adanya mata rantai kekerasan aparatur negara yang cenderung sudah menjadi kebijakan bersifat permanen oleh penguasa.
"Perihal tanggapan dan diproses oleh pihak ICC, kami masih menunggu," kata Hariadi.