Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang sengketa Pilkda Sumatera Barat, Selasa (26/1/2021).
Dalam kesempatan tersebut calon Gubernur Sumatera Barat Mulyadi selaku Pemohon Prinsipal mengaku tidak menyangka dirinya ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana Pemilu oleh Sentra Penegakkan Hukum Terpadu lima hari menjelang pemungutan suara Pilkada Serentak yakni pada 4 Desember 2020 lalu.
Akibatnya, pemberitaan negatif tentang dirinya tersebar secara masif baik melalui media sosial maupun media online, cetak, elektronik.
Baca juga: Mulai Sidangkan Sengketa Pilkada, MK Diharapkan Tidak Cuma Periksa Variabel Perselisihan Angka
Baginya, penetapan tersangka itu meruntuhkan kepercayaan para pemilihnya dan rakyat Sumatera Barat yang telah dibangun selama 16 tahun berkarir di bidang politik.
"Penetapan tersangka ini sungguh menyaktikan bagi kami," kata Mulyadi di hadapan Majelis Hakim Konstitusi secara virtual saat sidang Pendahuluan PHPU dengan agenda Pembacaan Permohonan pada Selasa (26/1/2021).
Selain itu, di hadapan Majelis Hakim Konstitusi, ia juga mengungkapkan dirinya merasa dizalimi.
Baca juga: Ketika Ketua MK Tegur Pengunjung Sidang Sengketa Pilkada Via Daring Untuk Tidak Merokok
Tak hanya itu, ia juga merasa diperlakukan semena-mena tanpa mempertimbangkan pengorbanan yang telah dilakukannya selama ini dalam gelaran tersebut.
"Bahwa kami telah dizalimi, diperlakukan semena-mena, tanpa mempertimbangkan pengorbanan kami dalam proses yang cukup panjang yang telah kami siapkan bertahun-tahun, bahkan kami dengan sukarela melepaskan jabatan kami sebagai anggota DPRD yang masih berlangsung sampai tahun keempat," kata Mulyadi.
Diberitakan sebelumya, di sidang yang sama kuasa hukum Mulyadi, Veri Junaidi, telah memaparkan adanya dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif yang dialami oleh kliennya dalam Pilkada Gubernur Sumatera Barat.
Baca juga: Sengketa Pilbup Padang Pariaman: Pemohon Dalilkan Keberpihakan KPU dan Bawaslu Terhadap Petahana
Veri mengungkapkan adanya dugaan penggunaan struktur penegak hukum, secara sistematis melalui proses penegakkan hukum, dan masif melalui pemberitaan baik di media sosial maupun di media arus utama secara masif.
Untuk itu ia menyerahkan 15 bukti yang telah diverifikasi kepada Majelis Hakim Konstitusi.
Ia pun memaparkan sejumlah petitum permohonan dengan nomor perkara 129/PHP.GUB-XIX/2021 tersebut.
Pertama, kata Veri, pemohon memohon agar Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Kedua, pemohon memohon agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan keputusan KPU Provinsi Sumatera Barat Nomor 113/PL.02.6-KPT/13/Prov/XII/2020 tentang penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat tahun 2020 tanggal 20 Desember 2020.
Ketiga, pemohon memohon Majelis Hakim Konstitusi memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat.
"Empat. Memerintahkan kepada KPU Provinsi Sumatera Barat untuk melaksanakan putusan ini atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya," tutup Veri.