TRIBUNNEWS.COM - Para Aparatur Sipil Negara (ASN) dilarang berafiliasi dengan organisasi terlarang maupun organisasi masyarakat (ormas) yang telah dicabut status badan hukumnya.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana.
SE yang ditandatangani 25 Januari 2021 tersebut memuat tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya.
Hal ini merupakan komitmen untuk melakukan langkah tegas guna mencegah ASN dari paham radikalisme.
“SE Bersama ini ditujukan bagi ASN agar tetap menjunjung tinggi nilai dasar untuk wajib setia pada Pancasila, UUD 1945, pemerintahan yang sah serta menjaga fungsi ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa,” bunyi SE Bersama tersebut, dikutip dari setkab.go.id.
Keterlibatan ASN dalam organisasi terlarang dan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah dicabut status badan hukumnya dapat memunculkan sikap radikalisme negatif di lingkungan ASN dan instansi pemerintah.
Baca juga: Sandiaga Uno Resmi Berkantor di Bali
Baca juga: Ketua Komisi X DPR: Formasi CPNS untuk Guru di 2021 Harus Tetap Ada
7 Larangan ASN
Sementara itu SE tersebut diterbitkan dengan maksud agar ASN dapat tetap fokus berkinerja dalam memberikan pelayanan prima bagi masyarakat.
Penerbitan SE Bersama No 02/2021 dan No 2/SE/I/2021 dimaksudkan sebagai pedoman dan panduan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) mengenai larangan, pencegahan, serta tindakan terhadap ASN yang berafiliasi/mendukung organisasi terlarang atau ormas tanpa dasar hukum.
SE tersebut memuat ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, serta dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat.
Berikut 7 larangan ASN :
1. Menjadi anggota atau memiliki pertalian.
2. Memberikan dukungan langsung dan tidak langsung.
3. Menjadi simpatisan.
4. Terlibat dalam kegiatan.
5. Menggunakan simbol serta atribut organisasi.
6. Menggunakan berbagai media untuk menyatakan keterlibatan dan penggunaan simbol dan atribut.
7. Serta melakukan tindakan lain yang terkait dengan organisasi terlarang dan ormas yang dicabut badan hukumnya.
Baca juga: Nadiem Bakal Keluarkan Surat Edaran Cegah Terulangnya Pemaksaan Siswi Nonmuslim Berjilbab
Baca juga: Tito Tegaskan Program Vaksinasi Nasional Sebagai Upaya Terakhir Tanggulangi Pandemi
Adapun SE Bersama ini merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam yang diterbitkan pada 30 Desember 2020 lalu.
SE Bersama Menteri PANRB dan Kepala BKN ini diterbitkan dengan tujuan agar ASN tidak terlibat dalam paham dan praktik radikalisme
Sebelumnya, pada 2019, Pemerintah telah mengeluarkan SKB 11 Menteri dan Kepala Lembaga tentang Penanganan Radikalisme dalam rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada ASN. SKB ini dimaksudkan untuk mencegah dan menangani tindakan radikalisme di kalangan ASN dan instansi pemerintah.
Sebagai tindak lanjut, Pemerintah membuat Portal Aduan ASN (aduanasn.id) sebagai sistem pelaporan atas pelanggaran yang dilakukan ASN seperti perilaku yang bersifat menentang atau membuat ujaran kebencian. Portal Aduan ASN ini terbuka bagi masyarakat untuk mengadukan ASN yang dicurigai terpapar radikalisme negatif dengan disertai bukti.
Kemudian, Kementerian PANRB pada September 2020 juga telah meluncurkan aplikasi ASN No Radikal, sebagai portal tindak lanjut dari Portal Aduan ASN. Aplikasi ini ditujukan untuk penyelesaian kasus ASN yang terpapar radikalisme oleh PPK secara elektronik.
Dalam SE Bersama ini juga disebutkan organisasi terlarang dan ormas yang telah dicabut status badan hukumnya, yaitu: Partai Komunis Indonesia, Jamaah Islamiyah, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan Front Pembela Islam (FPI).
Untuk diketahui, organisasi terlarang dan ormas yang dicabut status badan hukumnya adalah organisasi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan dan/atau keputusan pemerintah dinyatakan dibubarkan, dibekukan dan/atau dilarang melakukan kegiatan, karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, melakukan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan terorisme, mengganggu ketertiban umum dan/atau kegiatan lain yang mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)