TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan suap terkait dengan perizinan proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda di Kota Cimahi Tahun Anggaran 2018-2020 yang menjerat Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna (AJM).
Untuk mendalami kasus ini, tim penyidik menjadwalkan memeriksa 10 saksi pada hari ini, Senin (1/2/2021).
Ke-10 saksi tersebut akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Ajay.
Baca juga: KPK Selesaikan Penyidikan Penyuap Wali Kota Nonaktif Cimahi
Para saksi yang akan diperiksa yakni, Plt Kabag Umum dan Protokol Pemkot Cimahi Nining Ratnaningsih, PPK Paket Rehabilitasi Pemeliharaan Jalan Karya Bakti 2020 Wilman Sugiansyah, Leo (swasta CV Nerra Ningsih), Nina Ratnaningsih (swasta CV Nerra Ningsih).
Sugito Rengga (swasta CV YDP Usaha Perdana), Muhammad Ridwan (swasta CV Indra Nugraha), Rudi Setiawan (swasta CV Indra Nugraha), Itoh Suharto (swasta), Zinohir Bagus (swasta CV Viora Bagus Persada), dan Asal APT. MM (swasta PT Kolosal Pratama).
"Mereka semua akan diperiksa untuk tersangka AJM (Ajay Muhammad Priatna)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Senin (1/2/2021).
Baca juga: KPK Selisik Aliran Uang ke Wali Kota Nonaktif Cimahi dari Pihak Swasta
Dalam kasus ini, Ajay Muhammad Priatna selaku Wali Kota Cimahi diduga telah menerima suap sebesar Rp1,66 miliar dari Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan dalam lima kali tahapan dari kesepakatan suap sebesar Rp3,2 miliar.
Suap itu diduga diberikan Hutama kepada Ajay untuk memuluskan perizinan proyek pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda dengan mengajukan revisi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi.
Baca juga: Mantan Kakorlantas Polri Ajukan PK, KPK Enggak Takut
Suap sebesar Rp3,2 miliar yang disepakati Ajay dan Hutama merupakan 10% dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Ajay yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Hutama Yonathan yang diduga menjadi pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.