Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap ada gerakan politik yang ingin mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa.
Hal itu didapatkannya setelah ada laporan dari pimpinan dan kader Demokrat, baik tingkat pusat maupun cabang.
Analis politik Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang Adib Miftahul mengatakan AHY harus membuktikan dugaannya agar tidak dianggap mencari panggung atau panjat sosial (pansos).
Baca juga: Ferdinand Hutahaean: Saya Tak Percaya Moeldoko Terlibat Apalagi Jadi Sponsor Kudeta Partai Demokrat
"Biar tidak menjadi polemik yang liar, Ketum AHY harus bisa membuktikan berdasarkan preassumption of innocence atau praduga tidak bersalah.
Jadi bukan beralasan tetapi betul-betul punya bukti kuat, agar nanti publik menilai bahwa Demokrat itu bukan pansos, bukan nyari panggung begitu," ujar Adib, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (3/2/2021).
Baca juga: Marzuki Alie Sebut AHY Cengeng dan Tak Punya Etika Terkait Tudingan Kudeta Demokrat
Menurut Adib, hal ini penting karena berdasarkan track record partai berlambang mercy tersebut suara publik juga tidak condong kesana dan cenderung pesimis.
"Seperti contohnya (Demokrat memilih untuk) berkoalisi dengan rakyat dan lain sebagainya. Ini kan bisa dianggap pesimisme oleh publik," kata Adib.
"Nah jadi menurut saya harus memiliki bukti yang kuat soal adanya kudeta yang berasal dari mantan kader Demokrat dan pejabat lingkaran elite kekuasaan di sekitar Pak Jokowi, sehingga tidak menjadi polemik yang liar," jelasnya.
Baca juga: Marzuki Alie Tak Terima Dituduh jadi Bagian Kelompok Kudeta Partai Demokrat: Enggak Tahu Diri
Sebelumnya diberitakan, AHY mengungkap ada gerakan politik yang ingin mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa.
Hal itu didapatkannya setelah ada laporan dari pimpinan dan kader Demokrat, baik tingkat pusat maupun cabang.
"Adanya gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat," kata AHY dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/2/2021).
AHY menyatakan, gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo.
Gerakan tersebut terdiri dari kader secara fungsional, mantan kader dan non-kader.
Gabungan dari pelaku gerakan itu ada lima orang, terdiri dari 1 kader Demokrat aktif, 1 kader yang sudah 6 tahun tidak aktif, 1 mantan kader yang sudah 9 tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai karena menjalani hukuman akibat korupsi, dan 1 mantan kader yang telah keluar dari partai 3 tahun yang lalu.
Sedangkan yang non-kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan.
"Tentunya kami tidak mudah percaya dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dalam permasalahan ini," ucap AHY.
Oleh karena itu, AHY sejak pagi tadi telah bersurat secara resmi kepada Presiden Jokowi untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi terkait gerakan politik yang disebut inkonstutional itu.
"Tadi pagi, saya telah mengirimkan surat secara resmi kepada Yang Terhormat Bapak Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari beliau terkait kebenaran berita yang kami dapatkan ini," pungkasnya.