TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang lanjutan kasus dugaan ujaran kebencian terhadap Nahdlatul Ulama (NU) dengan terdakwa Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, Selasa (2/2/2021).
Agenda sidang kali ini adalah meminta keterangan saksi, salah satunya pelapor yakni Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Anshor, Abdul Rahman.
Dalam kutipan dakwaan yang dibacakan pada sidang sebelumnya terdakwa Gus Nur diduga telah menebarkan informasi yang bermuatan kebencian sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-undang ITE.
Adapun Gus Nur diduga melakukan perbuatannya itu pada 16 Oktober 2020 sekitar pukul 21.00 WIB di Sofyan Hotel, Tebet, Jakarta Selatan.
Gus Nur ditangkap di Malang, Sabtu, 24 Oktober 2020, pukul 00.00 WIB.
Baca juga: Soal Kasus Ujaran Kebencian Terhadap NU, Refly Harun Akui Terkejut dengan Gus Nur
Jalannya persidangan
Tim Kuasa hukum awalnya mencecar Abdul Rahman terkait video yang diputar, yakni rekaman pembicaraan antara Gus Nur dengan pakar hukum tata negara Refly Harun.
"Apakah dengan adanya penyataan atau rekaman video saudara sebagai anggota NU merasa nama baik NU dicemarkan?," tanya tim penasihat hukum.
Abdul mengaku dalam video itu, menganggap ada sebagian pernyataan kalau Gus Nur diaggap menghina NU.
"Tentu saja," jawab Abdul
Tim penasihat hukum kembali mencecar Abdul.
Apa tindakan selanjutnya setelah melihat video itu.
Abdul Rahman kemudian menjelaskan bahwa dia mendapatkan perintah langsung dari Ketua GP Anshor, Yaqut Cholil Qoumas untuk melaporkan Gus Nur ke polisi.
Seusai menonton video itu, ia pun mengaku langsung melaporkan kepada Yaqut yang kini telah ditunjuk Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Agama.
"Setelah mengetahui video itu, beberapa saat kemudian, dalam pertemuan pertama dengan ketum GP Ansor (Yaqut) saya melaporkan," ucap Abdul
Setelah melihat video itu, kata Abdul, Ketua GP Anshor Yaqut memerintahkan untuk ditindaklanjuti dengan membut laporan ke polisi.
"Ketua GP Anshor Yaqut menyatakan ini harus diproses secara hukum dan menunjuk LBH GP Ansor memprosesnya," kata Abdul
Abdul mengaku hanya diperintah menjadi saksi pelapor.
Ia, tak membuat laporan itu.
Lantaran, Yaqut langsung menunjuk tim hukum GP Anshor.
"Saya diminta untuk jadi saksi pelapor," jawab Abdul lagi.
Ceramah yang dipermasalahkan
Sebelumnya, Gus Nur dilaporkan oleh Ketua Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Cabang Cirebon Azis Hakim ke Bareskrim Polri kemarin. Laporan itu bernomor LP/B/0596/X/2020/BARESKRIM tanggal 21 Oktober 2020.
Hakim selaku pelapor mengatakan pihaknya melaporkan dengan dugaan tindak pidana penghinaan dan ujaran kebencian melalui media elektronik. Ia menyebut Gus Nur bukan kali ini saja melontarkan ujaran kebencian terhadap NU.
Gus Nur mengibaratkan NU sebuah bus yang di dalamnya berisi orang liberal, mabuk dan suka ndangdutan.
Ucapan Gus Nur ini terlontar ketika sedang diwawancara Refly Harun di channel YouTube-nya.
Dalam cuplikan potongan percakapan itu, awalnya Gus Nur menceritakan pandangannya tentang NU.
"Sebelum saya mendapat hidayah, saya nggak paham apa itu NU kultural, apa itu NU struktural. Yang saya tahu, saya NU, mbah saya NU, itu saja. Pokoknya NU, gitu aja. Dan itulah pemahaman Nadhliyin pada umumnya," terang Gus Nur.
Hingga akhirnya Gus Nur mengaku sering bersentuhan dengan NU ketika dirinya mulai berdakwah.
Gus Nur mengaku kala itu sering dikawal banser. Dan hubungannya dengan NU sangat baik.
"Tapi setelah rezim ini lahir, 180 derajat berubah," kata Gus Nur.
"Saya ibaratkan NU itu sekarang bus umum, sopirnya mabuk, kondekturnya teler, kernetnya ugal-ugalan dan penumpangnya itu kurang ajar semua. Perokok juga, nyanyi juga, buka-bukaan aurat juga, ndangdutan juga," tambah Gus Nur.
"Jadi kesucian NU yang saya kenal itu nggak ada sekarang ini," sambung Gus Nur.
"Bisa jadi kernetnya Abu Jandal, bisa jadi kernetnya Gus Yaqut, dan sopirnya KH Agil Siraj. Nah, penumpangnya liberal, sekuler, macem-macem, PKI numplek di situ," sebut Gus Nur.