TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Permadi buka suara terkait tindakan Kementerian Keuangan yang memotong besaran insentif tenaga kesehatan (nakes) pada 2021.
Oscar pun membantah adanya pemotongan besaran insentif terhadap nakes itu.
"Apa yang sudah diberikan pada 2020, sekitar hampir Rp9 Triliun untuk insentif ini, semuanya terus kita lakukan."
"Dan menghadapi 2021 kita lakukan hal yang sama dan keseriusan (pemberian insentif) ini akan kita lakukan terus," kata Oscar dalam keterangan pers dikutip dari kanal Youtube Kemenkes RI, Kamis (4/2/2021).
Oscar menegaskan, pemerintah akan terus menghargai jerih payah para nakes yang telah berjuang di masa pandemi Covid-19.
Untuk itu, lanjut Oscar, para nakes tidak perlu khawatir adanya pemotongan insentif ini.
"Pasti pemerintah menghargai semua jerih payah apa yang telah dilakukan oleh semua tenaga kesehatan kita."
"Jadi sebenarnya kalau berbicara tidak semangat, saya rasa jangan khawatir teman-teman nakes."
"Tentunya pemerintah terus melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pembayaran ini, dan masih tentunya dialokasikan oleh Kemenkeu," ujarnya.
Di sisi lain, Oscar menyebut pencairan insentif nakes tidak akan mengalami keterlambatan seperti beberapa bulan sebelumnya.
Menurutnya, Kemenkes akan memperbaiki sistem administrasi agar pencairan insentif lebih mudah dilakukan.
"Saya juga ingin memberikan keyakinan kepada kita semuanya berkaitan dengan hal-hal yang sudah dilakukan."
"Untuk penyelesaian dan pencairan yang masih terlambat dan sebagainya."
"Tentunya dengan perbaikan dari sisi administrasi ini, saya yakin 2021 ini akan lebih membaik," katanya.
Oscar juga mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri terkait teknis penyaluran insentif nakes di daerah.
Pasalnya, pada 2020 lalu, ada beberapa nakes di daerah yang mengeluh terkait pembayaran insentif yang terlambat bahkan tidak cair.
"Mudah-mudahan 2021 tidak ada lagi keluhan terkait pencairan yang terlambat untuk penyerapannya."
"Dan InsyaAllah sudah dari sekarang kami berkoordinasi terus dengan Kemenkeu dan Kemendagri untuk menuntaskan pembayaran lebih cepat di 2021 ini," pungkas Oscar.
IDI Sebut Pemotongan Insentif Nakes Tak Tepat
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto menanggapi kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memotong insentif tenaga kesehatan (nakes).
Menurut Slamet, kebijakan itu tidak tepat karena para tenaga kesehatan masih berjuang melawan pandemi Covid-19 yang saat ini kasusnya masih terus meningkat.
Bahkan, banyak tenaga kesehatan yang ikut tertular Covid-19 hingga meninggal dunia saat merawat pasien.
Ia pun memprotes adanya pemotongan insentif ini karena para tenaga kesehatan telah berjuang bertaruh nyawa.
"Itu (pemotongan insentif) sebaiknya direvisi. Penghargaan jangan dikurangi karena taruhannya nyawa," kata Slamet saat dihubungi pada Kamis (4/2/2021), dikutip dari Kompas.com.
Slamet berharap, Kemenkeu mau duduk bersama dengan Kementerian Kesehatan serta organisasi profesi tenaga kesehatan untuk membahas perihal insentif ini.
Sebab, pembayaran insentif pada periode sebelumnya belum seratus persen lancar.
Ia pun heran lantaran Kemenkeu tidak mendiskusikan terlebih dahulu keputusan ini.
"Pembayaran insentif sebelum pemotongan kemarin saja belum seratus persen lancar, kok ini malah dikurangi," kata Slamet.
Untuk itu, Slamet pun mempertanyakan alasan dibalik pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan ini.
Jika karena negara tak lagi memiliki anggaran, maka ia mempertanyakan mengapa pendapatan pegawai Kementerian Keuangan tak ikut dipangkas.
Padahal, insentif untuk tenaga kesehatan sebelum pemotongan juga masih jauh lebih kecil dibandingkan gaji pegawai Kemenkeu.
Baca juga: Beban Kerja Nakes Sangat Berat, Harusnya Dapat Penghargaan Bukan Dipotong Insentifnya
Baca juga: Pemotongan Insentif Nakes Dinilai Tidak Manusiawi, PKS Minta Menkes Tinjau Ulang Kebijakan
"Yang pasti insentif yang diterima tenaga kesehatan masih jauh di bawah take home pay-nya (gaji bersih) pegawai Kementerian Keuangan eselon III, masak diturunkan," kata dia.
Slamet menegaskan, insentif ini bukan masalah uang, tetapi juga terkait penghargaan yang diberikan negara kepada para tenaga kesehatan yang tengah berjuang di tengah pandemi.
Terlebih lagi, saat ini kasus Covid-19 terus bertambah sehingga beban tenaga kesehatan pun semakin berat.
"Kalau negara enggak punya uang, kami enggak dikasih insentif enggak apa-apa, tapi jajaran Kemenkeu juga enggak perlu digaji," katanya.
Sri Mulyani Pangkas Insentif Nakes
Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memotong besaran nilai insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan untuk tahun ini.
Besaran pemangkasan insentif tenaga kesehatan tersebut mencapai Rp 7,5 juta.
Adapun besaran nilai insentif tenaga kesehatan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor: S-65/MK.02/2021 yang diterima Kompas.com.
Surat itu diteken Menkeu Sri Mulyani Indrawati tertanggal 1 Februari 2021 menindaklanjuti surat Menteri Kesehatan Nomor KU.01.01/Menkes/62/2021 tanggal 21 Januari 2021 tentang Permohonan Perpanjangan Bagi Tenaga Kesehatan dan Peserta PPDS (program Pendidikan Dokter Spesialis) yang Menangani Covid-19.
Baca juga: Menteri Keuangan Sri Mulyani Pangkas Insentif Tenaga Kesehatan, Ini Rinciannya
Di dalam surat tersebut dirinci, untuk insentif dokter spesialis besarannya Rp 7,5 juta.
Sementara untuk dokter peserta PPDS Rp 6,25 juta, dokter umum dan gigi Rp 5 juta, bidan dan perawat Rp 3,75 juta, tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,5 juta.
Sementara itu, santunan kematian per orang sebesar Rp 300 juta.
Di dalam surat keputusan juga dijelaskan, satuan biaya tersebut merupakan batas tertinggi dan tidak dapat dilampaui.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Ihsanuddin/Mutia Fauzia)