News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT Menteri KKP

KPK Pertajam Bukti Dugaan Edhy Prabowo Beli Tanah Pakai Uang Suap dari Eksportir Benur

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menjalani pemeriksaan lanjutan kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (29/1/2021)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertajam bukti dugaan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membeli tanah menggunakan uang dari para eksportir benih bening lobster atau benur.

Untuk menelusuri pembelian tanah ini, penyidik KPK memeriksa sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin, Jumat (5/2/2021).

Amiril dan Edhy sama-sama dijerat KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan, uang untuk membeli tanah dari para eksportir dipercayakan Edhy Prabowo kepada Amiril Mukminin.

"Penyidik masih terus mendalami terkait pengelolaan sejumlah uang yang dipercayakan oleh tersangka EP (Edhy Prabowo) kepada saksi (Amiril Mukminin) yang diantaranya juga diduga digunakan untuk pembelian aset berupa tanah," kata Ali melalui keterangannya, Sabtu (6/2/2021).

Baca juga: Periksa Seorang Saksi, KPK Telusuri Pemberian Jam Tangan Mewah dan Perhiasan di Kasus Edhy Prabowo

"Adapun sumber uang pembeliannya juga masih diduga berasal dari para ekspoktir benur yang mendapatkan izin ekspor di KKP," imbuhnya.

Sebelumnya, pembelian tanah oleh Edhy yang ditengarai uangnya berasal dari para eksportir benur ini telah didalami penyidik KPK pada Jumat (28/1/2021).

Saat itu tim penyidik KPK memeriksa seseorang bernama Makmun Saleh.

Saksi yang disebut KPK sebagai pensiunan itu diduga mengetahui uang untuk membeli tanah Edhy dari para eksportir yang mendapat izin ekspor.

Baca juga: Geledah Sebuah Tempat Terkait Kasus Suap Benur Edhy Prabowo, KPK Nihil Hasil

"Makmun Saleh didalami pengetahuannya terkait adanya dugaan transaksi pembelian tanah oleh tersangka EP. Didalami juga terkait pengetahuan saksi mengenai dugaan sumber uang untuk pembelian tanah tersebut dari para ekspoktir benur yang mendapatkan persetujuan izin ekspor dari tim khusus yang dibentuk oleh EP," kata Ali, Jumat (29/1/2021).

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Baca juga: Pengacara Ungkap Sosok Pebulu Tangkis yang Dekat dengan Edhy Prabowo, Ternyata Bukan Debby

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.

Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri.

Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.

Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.

Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.

Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini