TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan keluarga Suci Khadavi Putra, laskar FPI yang tewas ditembak polisi di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.
Putusan itu dibacakan Hakim tunggal Ahmad Suhel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (9/2/2021).
Dalam pertimbangannya, hakim menilai penangkapan terhadap Khadavi yang dilakukan polisi sudah sesuai aturan dan sah.
Penangkapan itu juga merupakan bagian dari penyidikan yang dibuktikan dengan surat penyidikan.
Baca juga: Kasus Kerumunan Petamburan, Kejaksaan Tahan Mantan Ketua Umum FPI Shabri Lubis
Sehingga dalil Pemohon soal tangkap tangan tidak tepat.
"Menimbang bahwa tindakan Termohon satu terkait penangkapan M Suci Khadavi bukan tangkap tangan, maka permohonan Pemohon ditolak. Menimbang karena ditolak, maka permohonan Pemohon yang lain harus dikesampingkan," kata Ahmad membacakan putusan.
Adapun dalam gugatan praperadilan nomor 158/Pid.Pra/2020/PN.JKT.SEL ini, Pemohon menguggat tiga pihak yakni Kapolda Metro Jaya, Bareskrim Polri, dan Komnas HAM.
Dalam persidangan sebelumnya yang digelar hari Kamis (4/2/2021) lalu, Termohon I Polda Metro Jaya menghadirkan saksi ahli hukum pidana dari PTIK, Andre Joshua.
Di persidangan, Andre memaparkan perbedaan definisi dari kondisi tangkap tangan dan penangkapan.
Ia menjabarkan bahwa tangkap tangan adalah peristiwa di mana barang bukti melekat pada seseorang yang diduga pelaku pidana.
"Tertangkap tangan adalah suatu pristiwa yang di mana barang bukti melekat pada yang diduga pelaku pidana tersebut. Jadi siapapun boleh menangkapnya setelah itu menyerahkan ke penyidik atau penyelidik dalam waktu segera," kata Andre dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2021).
Ia juga menjelaskan bahwa kondisi tangkap tangan dapat dilakukan tanpa surat perintah. Surat perintah bisa disusul kemudian.
Namun penangkapnya harus segera menyerahkan orang yang ditangkap berikut barang bukti yang ditemukan ke kantor kepolisian terdekat.
Jika penangkapnya adalah seorang anggota polisi, maka dia hanya perlu melaporkan kondisi itu ke satuannya atau atasannya.
"Jadi didalam pasal 18 ayat (2), dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti ke penyidik atau penyidik pembantu terdekat. Ketika seorang anggota yang menangkapnya, minimal karena beliau punya kesatuan, dia harus melaporkan kepada pimpinannya saat mau membawanya," kata dia.
Tangkap tangan kata dia berbeda dengan penangkapan. Definisi tangkap tangan adalah tindakan spontan atas kesadaran hukum penangkap.
Sedangkan penangkapan punya rangkaian proses hingga akhirnya dilakukan penangkapan oleh pihak berwajib.
"Penangkapan adalah rangkaian di mana status orang tersebut sudah harus jelas sebagai tersangka atau diduga kuat dapat melakukan tindak pidana. Kalau penangkapan ada rangkaian penyelidikan terlebih dulu, dikumpulkan bukti dulu, dikumpulkan alat bukti dulu baru dilakukan perintah penangkapan. Penangkapan itu ada rangkaian peristiwanya," jelas dia.
"Beda kalau tangkap tangan, definisi tangkap tangan barang buktinya ada. Tangkap tangan dalam teori hukumnya itu adalah tindakan spontan yang dilakukan seseorang karena kesadaran hukumnya melihat dugaan tindak pidana," imbuhnya.