News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Forum Pesantren Alumni Gontor Nilai Tuduhan Terhadapan Din Syamsuddin Adalah Pembodohan Publik

Editor: Husein Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terkait tuduhan radikal kepada Prof. Dr. Din Syamsuddin, Forum Pesantren Alumni Gontor (FPAG) angkat bicara. Menurut Ketua Umum FPAG, Dr. KH. Zulkifli Muhadli, S.H.,M.M, tuduhan yang dilontarkan oleh GAR ITB adalah aneh bin ajaib, sekaligus merupakan tindakan pembodohan kepada publik atau masyarakat luas.

Menurutnya, Prof Din adalah seorang tokoh Islam internasional bahkan sering berbicara di depan Sidang Umum PBB menyuarakan Moderasi Islam.

Kiai Zulkifli mengaku sangat mengenal Prof. Din Syamsuddin sejak tahun 1971, ketika keduanya sama-sama sebagai santri Gontor. "Ia seorang yang cerdas dan kritis dan selalu menghindari konflik" imbuh Pimpinan Ponpes Al-Ikhlas, Taliwang, NTB itu.

"Sikap kritis Pak Din pada rezim seharusnya dilihat sebagai pil pahit yang bisa menyelamatkan bangsa ini" cetusnya.

Jika semua sikap kritis pada kezaliman dan menyuarakan kebenaran disamakan dengan radikalisme, lanjut ia, maka kita semua harus radikal untuk kebaikan bersama.

Hal senada disampaikan oleh Dr. KH. Sofwan Manaf, Pimpinan Pesantren Darunnajah Jakarta. Menurutnya, kritik yang disampaikan Pak Din kepada pemerintah tidak bisa dikategorikan sebagai radikal. Namun, justru dengan kritik itu Pak Din ingin membawa kesadaran masyarakat pada hal-hal yang benar dengan posisi yang benar.

"Pak Din itu tokoh bangsa, dikenal reputasinya sebagai tokoh moderat yang diterima luas bukan saja di kalangan Islam, tapi juga di kalangan agama-agama lain, baik di tingkat nasional maupun internasional" tutur Kiai Sofwan yang juga Wakil Ketua Umum FPAG.

Sementara itu, Sekjen FPAG, KH. Anang Rikza Masyhadi, M.A meyakinkan bahwa mayoritas masyarakat tidak akan percaya bahwa Pak Din adalah radikal dalam pemahaman yang umum.

Menurutnya, kasus ini semakin menegaskan pada masyarakat bahwa isu radikalisme acapkali dijadikan komoditi politik, bahkan alat pemecah belah bangsa.

"Saya heran, kenapa isu radikalisme seringkali garang menyasar umat Islam, padahal kita tahu ada banyak tindakan radikalisme lain yang jauh lebih membahayakan keutuhan negeri ini, seperti gerakan separatisme dan rasisme, ini yang seharusnya kita selesaikan" tandasnya.

"Menuduh Pak Din sebagai radikal punya konsekuensi yang besar dan luas, itu sama saja menuduh Muhammadiyah dan MUI sebagai radikal, kan Pak Din pernah cukup lama menjadi Ketum Dewan Pertimbangan MUI" demikian kata Kiai Anang.

Bahkan, lanjutnya, Pak Din pernah diminta Jokowi sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban, dan pernah mendatangkan Grand Syaikh Al-Azhar Mesir bersama para pemuka agama-agama dari seluruh dunia di Jakarta.

Kemudian, Pak Din juga diundang beberapa kali ke Al-Azhar untuk menyampaikan tentang moderasi Islam dan pengalaman kerukunan beragama di Indonesia yang berbasis Pancasila.

"Pak Din itu selalu dengan bangga mengkampanyekan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika di luar negeri, agar dunia internasional mencontoh Indonesia, lalu kalau Pak Din dianggap radikal maksudnya apa?" tandas Pimpinan Pondok Modern Tazakka itu.

FPAG melalui Ketumnya menghimbau seluruh masyarakat Indonesia agar aksi lapor melapor seperti ini jangan diteruskan, apalagi tidak substansial dan berbau politis. "Ini tidak sehat untuk kehidupan kebangsaan ke depan" pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini