TRIBUNNEWS.COM - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Abdul Rachman Thaha, menyoroti sikap yang akan diambil Polri setelah dilaporkannya penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Thaha mengungkapkan, Polri perlu ekstra cermat dalam menyikapi adanya sekelompok masyarakat yang melaporkan Novel Baswedan belum lama ini.
Menurutnya, sikap Polri akan membuat masyarakat menilai seperti apa karakter penegakan hukum saat ini.
"Betapa pun pelaporan ini terkesan membela Polri, namun penyikapan Polri akan menjadi dasar bagi masyarakat untuk menilai karakter penegakan hukum macam apa yang diperkirakan menonjol nantinya di era kepemimpinan Kapolri Listyo Sigit," ungkap Thaha melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Rabu (17/2/2021).
Baca juga: Novel Baswedan Dipolisikan, Deputi Penindakan KPK: Dia Anggota Saya, Wajib Saya Bantu
Thaha mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong publik untuk tidak ragu menyampaikan kritik kepada pemerintah.
"Setali tiga uang, sebagaimana paparan saat fit and proper test di DPR, Kapolri menjanjikan potret penegakan hukum yang lebih berkeadilan dengan bobot kemanusiaan lebih besar."
"Pada poin ini Jenderal Listyo Sigit mengirim sinyal tentang pendekatan kerja yang nyata berbeda dibandingkan dengan, paling tidak, dua pendahulunya," ungkap Thaha.
Lebih lanjut, Thaha menyebut penegakan hukum berkarakter liberal lebih mengedepankan empati dan rehabilitasi.
"Kontras, penegakan hukum konservatif lebih menitikberatkan pada berlangsungnya mekanisme peradilan pidana," ungkapnya.
Bagi institusi kepolisian yang konservatif, Thaha menyebut, marwah mereka selaku institusi penegakan hukum seolah hanya bisa terjaga jika suatu kasus berjalan dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan, ke pemenjaraan.
"Dengan karakternya yang lebih berempati, institusi kepolisian yang liberal berharap masyarakat dapat memahami fungsi dan peran mereka secara lebih baik," ungkapnya.
Baca juga: Usai Dilaporkan ke Polisi, Kini Novel Baswedan Diadukan ke Dewan Pengawas KPK
Maka dari itu untuk merealisasikannya, Thaha menyebut polisi akan terdorong untuk membangun relasi lebih baik dan lebih saling menghargai dengan khalayak luas.
"Mengintensifkan interaksi dua arah itu pula yang menjadi cara untuk menanggapi kritik publik. Termasuk kritik yang tak berdasar sekali pun."
"Sebaliknya, kepolisian konservatif tidak memusingkan seberapa jauh masyarakat memahami itu semua. Bagi personel-personel konservatif, keberadaan mereka adalah untuk bekerja dan mereka abai terhadap sikap publik," ungkapnya.
Thaha mengungkapkan, organisasi kepolisian yang berkarakter liberal memandang orang memang bisa melakukan perbuatan pidana.
"Tapi itu bukan karena si pelaku dikodratkan sebagai orang jahat. Pada sisi lain, kepolisian konservatif memilih penanganan represif karena diyakini itulah satu-satunya cara untuk melumpuhkan 'arwah' jahat si pelaku," ujarnya.
"Akhirnya, anggaplah Polri nantinya menampilkan penanganan konservatif lewat langkah tegas atas diri terlapor."
Thaha juga mempertanyakan seberapa jauh hal tersebut akan berkontribusi bagi legitimasi Polri, apakah penanganan represif akan membuat khalayak lebih taat hukum, serta apakah cara konservatif akan membuat publik lebih berinisiatif untuk melaporkan tanda-tanda kejahatan ke kepolisian.
"Saya optimis, mengefektifkan unit siber untuk memburu predator seksual, pelaku penipuan, prostitusi daring, transaksi ilegal, dan kejahatan-kejahatan lainnya yang nyata-nyata merugikan masyarakat, akan berkontribusi lebih signifikan bagi teredamnya pandangan-pandangan nyinyir terhadap institusi Polri," pungkasnya.
Baca juga: Novel Baswedan Ogah Tanggapi Pelaporan Dirinya karena Komentari Wafatnya Ustaz Maheer: Itu Aneh
Novel Baswedan Dilaporkan
Sebelumnya diberitakan, Novel Baswedan dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK).
Laporan itu terkait dengan cuitan Novel Baswedan atas meninggalnya Maaher At Thuwailibi.
Dalam laporannya, PPMK menuding Novel Baswrdan telah melakukan penyebaran ujaran berita bohong (hoak) dan provokasi melalui media sosial.
Khususnya terkait kematian Maaher At-Thuwailibi di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (8/2/2021) lalu.
"Dia telah lakukan cuitan di Twitter dan telah kami duga melakukan ujaran hoaks dan provokasi," ujar Wakil Ketua Umum PPMK Joko Priyoski di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (11/2/2021).
Baca juga: Novel dan Kuasa Hukum Almarhum Ustaz Maheer akan Minta RS Polri Berikan Data Secara Transparan
Baca juga: Polri Jawab Cuitan Novel Baswedan: Maaher At Thuwailibi Menolak Dirawat di Rumah Sakit
Joko Priyoski menuding Novel Baswedan telah melanggar berita bohong sesuai Pasal 14 15 UU 1946 dan UU ITE Pasal 45 A Ayat 2 Jo Pasal 28 Ayat 2 UU 18 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 Tahun 2008.
Joko juga meminta Novel dipanggil atas cuitannya tersebut.
"Jadi kami minta Bareskrim untuk memanggil saudara Novel Baswedan untuk melakukan klarifikasi atas cuitan tersebut," jelasnya.
Tak hanya itu, Joko juga ingin menyeret laporan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dia menuding Novel Baswedan tidak berhak untuk berkomentar terkait kasus meninggalnya Maaher At-Thuwailibi.
"Setelah kami dari Bareskrim kami juga akan ke Dewan Pengawas KPK untuk laporkan beliau karena bukan kewenangan beliau sebagai penegak hukum KPK soal kematian Ustadz Maaher. Dan kami juga mendesak Dewas KPK untuk berikan sanksi kepada Novel Baswedan untuk ujaran tersebut," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan merasa miris mendengar kabar meninggalnya Ustaz Maaher At-Thuwailibi alias Soni Eranata di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
Baca juga: Penyidik KPK Novel Baswedan Berharap Komjen Listyo Sigit Berani Benahi Polri
Novel meminta supaya aparat penegak hukum tidak keterlaluan dalam menangani perkara yang notabene bukan extraordinary crime.
“Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun. Ustadz Maaher meninggal di rutan Polri. Pdhl kasusnya penghinaan, ditahan, lalu sakit. Org sakit, kenapa dipaksakan ditahan? Aparat jgn keterlaluanlah.. Apalagi dgn Ustadz. Ini bukan sepele lho..” cuit Novel Baswedan melalui akun twitter @nazaqista, Selasa (9/2/2021).
Cuitan tersebut sontak memancing beragam respon dari netizen.
Ada yang menyebut Novel telah memprovokasi, ada pula yang membela dan mendukung pernyataannya.
Respons Polri Soal Cuitan Novel Baswedan
Mabes Polri menanggapi kritikan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang mempertanyakan Maheer At-Thuwailibi alias Soni Eranata tetap ditahan meskipun tengah dalam kondisi sakit.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono menegaskan Maaher tidak dalam kondisi sakit saat pertama kali ditahan oleh Polri. Tersangka sakit saat tengah dalam proses penahanan di Rutan Bareskrim Polri.
"Ketika ditahan kan dia ngga sakit. Awal ditahan yang bersangkutan tidak dalam kondisi sakit. Sakit itu pada proses penahanan. Dalam proses penahanan, menjalani penahanan, yang bersangkutan sakit seperti itu," kata Brigjen Rusdi di Kantor Divisi Humas Polri, Jakarta, Selasa (9/2/2021).
Rusdi menyampaikan Polri telah memberikan ruang Maaher untuk dibantarkan keluar rutan Bareskrim Polri saat penyakitnya itu kambuh. Dia sempat mendapatkan perawatan di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur.
Baca juga: Komnas HAM Akan Tanya Kejaksaan Terkait Meninggalnya Ustaz Maaher At-Thuwailibi
"Ketika sakit itu pun sudah mendapat perawatan kesehatan di RS Polri sampai lebih kurang 7 hari dirawat di sana. Setelah sehat kembali lagi ke Bareskrim Polri," jelas dia.
Setelah sehat dan kembali menjalani penahanan di Rutan Bareskrim, kata Rusdi, berkas perkara Maaher telah dilimpahkan tahap II kepada Kejaksaan RI. Dengan kata lain, perizinan ataupun tanggung jawab tersangka telah berada di Kejaksaan RI.
"Pada tanggal 4 Februari kemarin telah diserahkan ke kejaksaan. Tanggung jawab tersangka atas nama Soni Eranata itu diserahkan ke Kejaksaan. Pada saat itulah sakit," jelasnya.
Lebih lanjut, Rusdi menuturkan pihak lapas Rutan Bareskrim Polri sempat menawarkan agar Maaher untuk dirawat kembali di RS Polri. Namun, dia menolak penawaran tersebut.
"Sudah diminta untuk dirawat di RS. Tapi yang bersangkutan tidak menginginkan ke RS. Dia tetep ingin berada di rutan negara Bareskrim. Tapi sekali lagi yang bersangkutan almarhum tidak menginginkan. Dia tetap ingin ada di rutan negara Bareskrim," tukasnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Igman Ibrahim)