News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Pemilu

Pemerintah Tolak Revisi UU Pemilu, Mensesneg Bantah Muluskan Karier Politik Gibran dan Jegal Anies

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anies Baswedan dan Gibran Rakabuming.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno menegaskan sikap pemerintah yang tidak menghendaki adanya revisi terhadap dua undang-undang terkait pemilu dan Pilkada.

Dua UU ini yakni yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Lalu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang. Pratikno mengatakan undang-undang yang telah baik sebaiknya dijalankan.

"Pemerintah tidak menginginkan revisi dua undang-undang tersebut ya. Prinsipnya ya jangan sedikit-sedikit itu undang-undang diubah, yang sudah baik ya tetap dijalankan.

Seperti misalnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu kan sudah dijalankan dan sukses, kalaupun ada kekurangan hal-hal kecil di dalam implementasi ya itu nanti KPU melalui PKPU yang memperbaiki," kata Mensesneg di Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, pada Selasa, (16/2/2021).

Baca juga: Pratikno Ungkap Jokowi Tak akan Jawab Surat AHY: Itu Perihal Rumah Tangga Internal Partai Demokrat

Baca juga: Refly Harun Sebut Gibran Lebih Untung Maju di Pilkada Jateng Gantikan Ganjar Dibanding Maju di DKI

Terkait dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, Mensesneg menegaskan bahwa dalam undang-undang tersebut diatur jadwal pelaksanaaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada bulan November 2024.

Menurutnya, ketentuan tersebut sudah ditetapkan pada 2016 lalu dan belum dilaksanakan sehingga tidak perlu direvisi.

"Jadi Pilkada serentak bulan November tahun 2024 itu sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Jadi sudah ditetapkan di tahun 2016 dan itu belum kita laksanakan Pilkada serentak itu.

Masak sih undang-undang belum dilaksanakan terus kemudian kita sudah mau mengubahnya? Apalagi kan undang-undang ini sudah disepakati bersama oleh DPR dan Presiden, makanya sudah ditetapkan," jelasnya.

Menteri Sekretaris Negara, Pratikno. (Tangkap Layar YouTube Sekretariat Presiden)

"Oleh karena itu, pemerintah tidak mau mengubah undang-undang yang sudah diputuskan tapi belum dijalankan," tambahnya.

Mensesneg berharap tidak ada narasi yang dibalik-balik terkait isu revisi kedua undang-undang tersebut menjadi seakan-akan pemerintah mau mengubah keduanya.

"Tolong ini saya juga ingin titip ya, tolong jangan dibalik-balik seakan-akan pemerintah yang mau mengubah undang-undang. Enggak, pemerintah justru tidak ingin mengubah undang-undang yang sudah ditetapkan tetapi belum kita laksanakan. Kaitannya dengan Pilkada serentak itu," ujarnya.

Pratikno juga membantah penolakan pemerintah terhadap revisi UU Pemilu berkaitan dengan memuluskan karier politik putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

"Mas Gibran masih jualan martabak pada tahun 2016 jadi pengusaha, tidak ada kebayang juga kan maju sebagai wali kota saat itu. Jadi sekali lagi itu jangan dihubung-hubungkan dengan itu semua," ujar Pratikno.

Gibran Rakabuming Raka mengikuti fit and proper test di Panti Marhaen Semarang, Sabtu (21/12/2019). (KOMPAS.com/RISKA FARASONALIA)

Pratikno juga meminta publik tidak mengaitkan sikap pemerintah yang tidak menginginkan revisi UU Pemilu dengan upaya menjegal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di pemilu selanjutnya.

"Enggak lah. Ingat, undang-undang (Pilkada) itu ditetapkan tahun 2016. Pak Gubernur DKI waktu itu masih jadi Mendikbud. Jadi enggak ada hubungannya lah itu," ujar Pratikno.

Tangkapan layar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat menghadiri Perayaan Imlek 2572 Nasional (Lusius Genik/Trbunnews.com)

Rencana revisi UU Pemilu bergulir mulai dari perdebatan ihwal terbuka atau tertutupnya sistem pemilu hingga ambang batas parlemen dan pencalonan presiden.

Perdebatan kemudian bergerak sampai ke isu normalisasi pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023. Jika disepakati, normalisasi ini akan mengubah jadwal Pilkada Serentak 2024 yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Awalnya hanya PDI Perjuangan yang menyatakan sikap menolak normalisasi Pilkada pada 2022 dan 2023. Fraksi lainnya tak ada yang memberikan catatan.

Kini mayoritas fraksi di DPR 'balik badan' menyatakan menolak revisi UU Pemilu secara keseluruhan, termasuk di dalamnya perubahan jadwal pilkada.

Hanya tersisa PKS dan Partai Demokrat yang ingin revisi dan mengembalikan Pilkada ke 2022.

Sikap sejumlah fraksi ini pun kemudian dikaitkan dengan pengaruh istana. Partai Demokrat melihat ada upaya dari kelompok tertentu yang memaksakan Pilkada 2024 untuk kepentingan pragmatis.(Tribun Network/fik/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini