TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Beringin Karya (Berkarya) Muchdi Purwopranjono (Muchdi Pr) kalah atas putusan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Hal tersebut seusai putusan PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan yang diajukan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto terkait kepengurusan Partai Berkarya.
Dalam amar putusan itu, PTUN Jakarta menyatakan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM yang menetapkan kepengurusan Partai Berkarya periode 2020-2025 pimpinan Muchdi Pr dinyatakan batal dan wajib dicabut.
Putusan nomor: 182/G/2020/PTUN.Jkt itu diputus pada hari Selasa 16 Februari oleh Hakim Ketua Umar Dani serta hakim anggota masing-masing, Muhamad Ilham dan Akhdiat Sastrodinata.
Baca juga: Ketum Golkar Kabarnya Tegas Dukung Dave Laksono di Mubes Kosgoro 1957
Hakim memutuskan menyatakan batal keputusan Menkumham RI Nomor M.HH-16.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Berkarya tanggal 30 Juli 2020.
Kemudian, hakim menyatakan batal keputusan Menkumham RI Nomor M.HH-17.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Berkarya periode 2020—2025 tanggal 30 Juli 2020.
Selain menyatakan batal, PTUN Jakarta mewajibkan Menkumham mencabut dua SK tersebut.
Terkait hal itu, Sekretaris Jenderal Partai Berkarya kubu Tommy Soeharto yaitu Priyo Budi Santoso mempersilakan jika Muchdi Pr berniat mengajukan banding.
"Monggo, silakan saja kalau pak Muchdi akan banding," ujar Priyo, Selasa (23/2/2021), diberitakan Tribunnews.com sebelumnya.
Menurut Priyo, pihaknya mensyukuri putusan PTUN, sebab putusan tersebut mengembalikan Partai Berkarya kepada yang berhak.
Baca juga: Mahfud MD Bahas Pemekaran Wilayah dan Penegakan Hukum Terkait Dana Otsus dengan Tokoh Papua
"Alhamdulillah, kebenaran dan keadilan akhirnya menemukan jalannya. Majelis Hakim PTUN telah ‘mengabulkan untuk seluruhnya’ pada persidangan kemarin," kata dia.
"Kita bersyukur atas amar keputusan ini, mengembalikan Partai Berkarya kepada yang berhak," imbuhnya.
Dualisme Partai Berkarya
Munculnya kepengurusan versi Muchdi Pr setelah beberapa kader partai menilai kepemimpinan Tommy Soeharto tak berjalan dengan baik.
Maka dari itu, munculah dualisme dalam kepemimpinan partai dengan lambang Pohon Beringin tersebut.
Dikutip dari Kompas.com, Maka dari itu, pada Maret 2020, sejumlah kader Partai Berkarya membentuk Presidium Penyelamat Partai untuk meminta Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dipercepat.
Meski sejumlah pengurus partai kemudian diberhentikan, Presidium Penyelamat Partai tetap menggelar Munaslub pada Juli 2020.
Baca juga: Wakil Ketua DPD: Dugaan Penyimpangan Anggaran Dana Otsus Papua Mesti Mendapat Perhatian Semua Pihak
Dari Munaslub itu, Muchdi Purwopranjono terpilih sebagai ketua umum dan Badaruddin Andi Picunang sebagai sekretaris jenderal.
Hasil Munaslub kubu Muchdi pun diserahkan ke Kemenkumham dan disahkan lewat SK yang diterbitkan kementerian tersebut.
Hal itu membuat kubu Tommy tersingkir dan berujung pada gugatan ke PTUN Jakarta.
Sosok Muchdi Pr
Muchdi Pr lahir pada 15 April 1949 di Sleman, Yogyakarta.
Ia lahir dari ayah yang merupakan seorang pemimpin Masyumi, dan seorang ibu yang keluarganya merupakan anggota organisasi massa Muslim Nahdlatul Ulama (NU).
Muchdi Pr merupakan mantan Kepala Angkatan Darat Indonesia Pasukan Khusus (Kopassus) dan mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Dikutip dari Kompas.com, dirinya saat menjadi Deputi V BIN pernah dinilai ikut bertanggung jawab dalam kasus pembunuhan Munir.
Dia juga sempat menjalani proses hukum, kemudian divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Perjalanan Politik Munchdi Pr
Jauh sebelum bernaung di Partai Berkarya, Muchdi Pr telah melalui beberapa perjalanan politiknya.
Muchdi Pr pernah bergabung dengan Partai Gerindra, sejak masa awal partai ini didirikan pada Februari 2008.
Saat itu dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.
Saat di Gerindra ini, Muchdi menjalani pemeriksaan dan persidangan terkait keterlibatannya dalam kasus pembunuhan Munir Said Thalib pada 2004.
Baca juga: KPK: Penyuap Eks Mensos Juliari Batubara Jalani Sidang Dakwaan Besok
Baca juga: Hasil Survei LSI: Prabowo dan Sandiaga Uno Jadi Menteri Jokowi yang Kinerjanya Paling Memuaskan
Muchdi didakwa dalam kapasitasnya sebagai Deputi V BIN.
Ketika itu, Fadli Zon selaku Waketum Partai Gerindra terlihat banyak memberikan pembelaan kepada Muchdi.
Kasus Muchdi, menurut Fadli, merupakan grand design pemerintah (SBY) untuk mengalihkan isu kenaikan harga BBM ketika itu.
Lantas setelah di Gerindra, Muchdi Pr pun sempat melabuhkan sense politiknya di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), pada 2011.
Pilihannya bergabung pada partai berlambang Kabah itu menurut dia untuk menuruti keinginan bergabung dengan partai yang murni berbasis Islam.
"Saya murni ingin mengabdi ke PPP di sisa hidup ini, tak ada tujuan lain," kata Muchdi, dikutip dari Kompas.com.
Namun, saat mendekati Pilpres 2019, dirinya bergabung dengan PartaI Berkarya.
Dan saat dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Berkarya, ia menyatakan dukungannya kepada Joko Widodo-Ma'ruf Amin, dalam Pilpres 2019.
Padahal di sisi lain, Muchdi Pr sudah lama dikenal sebagai teman baik Prabowo Subianto, yang kala Pilpres 2019 menjadi Calon Presiden nomor urut 02, didampingi Sandiaga Uno.
Muchdi pun menyebut alasan kenapa tak mendukung Prabowo saat itu.
Muchdi yang juga pernah menjabat Danjen Kopassus TNI AD mengaku sudah lama mengenal Prabowo sebagai kawan.
"Pak Prabowo itu kan kawan saya. Jadi, saya kira itu tidak bisa dilakukan Pak Prabowo lima tahun ke depan," ucap Muchdi, yang pernah menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati/Vincentius Jyestha Candraditya) (Kompas.com/Ardito Ramadhan/Luthfia Ayu Azanella)