Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyayangkan masih kurangnya dukungan pemeritah kepada masyarakat adat.
Paling tidak hingga kini baru 50 ribu hektare hutan adat diserahkan atau dikembalikan kepada masyarakat adat di Indonesia.
“Sampai sejauh ini baru ada lebih 50 ribu hektare hutan adat yang dikembalikan atau diserahkan kepada masyarakat adat,” ujar Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi dalam Webinar ‘Urgensi UU Masyarakat Adat dalam Perspektif Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan, Kamis (25/2/2021).
Dia menjelaskan hal itu terjadi karena Undang-Undang Kehutanan dan turunannya masih mengunci pengakuan hutan adat.
Baca juga: Kenang Momen Semasa Kuliah, Kumpulan Mahasiswa Ini Foto Pakai Baju Adat Jogja
UU Kehutanan dan turunannya masih membuat masyarakat adat butuh berjuang lebih keras untuk memulihkan haknya.
Sementara Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 menyebutkan bahwa masyarakat adat punya hak atas wilayah adatnya, kehidupannya, termasuk di dalamnya adalah sumber daya yang ada di dalam wilayah adat tersebut.
“Karena yang waktu itu disengketakan adalah persoalan hutan adat di dalam Undang-Undang kehutanan, maka MK menyebutkan karena kepemilikan atas wilayah adatnya atas sumber daya di dalamnya melekat dengan kepemilikan atas wilayahnya, maka hutan adat adalah milik masyarakat adat,” jelasnya.
“Jadi tidak seperti yang selama ini berlaku, sebelum keputusan MK Nomor 35, yang mana diklaim oleh pemerintah sebagai hutan negara,” ucapnya.
Baca juga: Kerumununan Vaksinasi di Tanah Abang Disorot, Epidemiolog: Harus Minim Kontak dan Sesingkat Mungkin
Dia menjelaskan putusan MK menjadi jawaban untuk menunjukkan cara atau jalan bagaimana mekanisme mencapai hutan adat.
Namun kata dia, perjuangan masyarakat adat untuk memperoleh haknya akan hutan adat masih belum mencapai titk cerah.
Perjuangan masyarakat adat selalu mendapatan ‘jebakan’ dalam kepengurusannya.
“Ini masih panjang dan berkelanjutan, selalu mendapat jebakan yang disebut dengan clean and clear. Clear artinya harus ada Perdanya,” jelasya.
“Sementara clean itu artinya harus bebas dari klaim hak oleh orang lain, apakah itu hak kepemilikan atau pengelolaan yang biasanya ini terkait dengan keberadaan konsesi-konsesi perusahaan yang sudah ada sejak dahulu kala, sebelum putusan MK 35 ini di wilayah adat. Ini yang kemudian menjadi hampir tidak mungkin.
Baca juga: Senator Filep Minta Perhatikan Hak Masyarakat Adat 7 Suku di Bintuni
Makanya sampai sejauh ini baru ada sekitar lebih 50 ribu Ha hutan adat yang diserahkan atau dikembalikan kepada masyarakat adat,” ucapnya.
Jumlah ini menurut dia, jauh dari cukup bila dibandingkan dengan jumlah 2.422 anggota komunitas adat di Indonesia.
“Saat ini AMAN beranggotakan komunitas-komunitas adat. Jumlahnya sekarang, sampai hari ini 2.422 anggota, populasi sekitar 20 juta orang di sejumlah provinsi dengan 21 Pengurus Wilayah (PW), dan 118 pengurus daerah (PD),” jelasnya.
Sebelumnya Peneliti Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat (PUSTAKA) R Yando Zakaria menyebut kurang dari 60.000 hektar hutan adat yang mendapat pengakuan sebagai hak-hak masyarakat adat dalam waktu 10 tahun terakhir.
Dia menjelaskan pengakuan 56.900 hektar hutan adat itu untuk 75 komunitas adat di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah ini jauh dari ekspektasi.
“Dalam 10 tahun terakhir, hanya kurang 60.000 hektar hutan adat. Itu tidak sampai 0,05 persen dari data yang dimiliki, dipetakan oleh AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara-red) yang sudah mencapai 10 juta hektar.
Itu yang AMAN klaim sebagai wilayah adat yang sudah dipetakan,” ujar Yando dalam Webinar LP3ES Forum 100 Ilmuan Sosial Politik dengan tema “Hutan, Mayarakat Adat, Hukum dan HAM, Rabu (27/1/2021).
Dia merinci pengakuan hutan adat pada 2016 seluas 7.950 hektar untuk 8 komunitas adat. Pada 2017 seluas 3.348 hektar untuk 9 komunitas adat. Kemudian tahun 2018 adalah seluas 12.929 hektar untuk 19 komunitas adat.
Secara berturut-turut pada 2019 hutan adat yang mendapat pengakuan sebagai hak masyarakat adat adalah 10.839 hektar (28 komunitas adat) dan 2020 sebanyak 21.833 hektar (11 komunitas adat).
Dengan 10 juta hektar yang dipetakan AMAN, diprediksi harusnya akan bisa mencapai 40 juta hingga 50 juta hektar hutan adat yang akan mendapat pengakuan sebagai hak masyarakat adat.
Namun faktanya adalah sampai hari ini 75 tahun usia kemerdekaan Indonesia, hanya kurang 60.000 untuk 75 komunitas adat.
“Jadi kalau dibagi itu dengan KK yang terlibat di dalam 75 komunitas adat, ini tidak lebih pengakuan itu kurang lebih 2 hektar per KK,” jelasnya.
“Pengakuan hak masyarakat adat ini bukan bicara reforma agraria yang mungkin kalau normatif yaitu ada 2 hektar per KK, per petani kecil.
Kalau kita bicara masyarakat adat di bawah reforma agraria malah kurang dari 2 hektar karena pendekatannya masih sangat ekonomi dan tidak cultural.
Sehingga ketika mau mengakui masyarakat adat, hutan adat, maka bisa dihitung berapa luasnya dan berapa KK di dalamya,” katanya.
Sementara tanah adat yang sudah ditetapkan sebagai hak komunal hanya sekitar 20.000 hektar. Angka itu berdasarkan penelitiannya bersama para ilmuan selama kurun 75 tahun.
“Wilayah kearifan tradisional saya tidak tahu tetapi bisa diduga nol,” jelasnya.
Sedangkan wilayah kelola masyarakat adat pesisir dan pulau-pulau kecil tercatat sekitar 15 wilayah.
“Saya dengar terakhir ada 15 wilayah yang sudah ditetapkan. Tetapi jumlah itu masih sangat kecil kalau dibanding berapa komunitas mayarakat adat yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Jadi masih sangat kecil kalau 15 wilayah,” ujarnya. (*)