TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai pernyataan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang menghentikan pemberian bantuan sosial untuk ahli waris yang wafat karena covid-19 dengan alasan ketidaktersediaan uang di Kementerian Sosial untuk program santunan korban Covid-19, sebagai hal yang aneh.
HNW, begitu ia disapa, melihat hal itu juga tidak menampakkan adanya keseriusan untuk melaksanakan ketentuan perundangan soal pemberian bantuan bagi keluarga korban yang wafat akibat bencana.
"Kalau soalnya hanya ketersediaan anggaran, maka sesungguhnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara memungkinkan Pemerintah mengubah alokasi belanja untuk memungkinkan adanya alokasi anggaran yang baru, dan itu biasa melalui Kementerian Keuangan," ujar HNW, kepada Tribunnews.com, Selasa (2/3/2021).
Baca juga: Pimpinan MPR HNW Desak Mensos Tetap Salurkan Bantuan Sosial Untuk Ahli Waris Korban Covid-19
Karenanya, HNW mendesak Mensos untuk benar-benar serius memperjuangkan kepada Menteri Keuangan terkait alokasi penambahan anggaran agar memungkinkan adanya realisasi ketentuan perundangan memenuhi hak rakyat mendapatkan santunan untuk korban yang wafat akibat Covid-19.
Dirinya juga mengkritisi Risma agar tidak justru beralasan Surat Edaran Dirjen PSKBS No. 427/3.2/BS.01.02/06/2020 merupakan maladiminstrasi.
“Pada tahun 2020 sebelum adanya pembatalan bantuan, memang banyak yang sudah mengajukan klaim, termasuk yang disampaikan langsung kepada saya saat reses, dan mereka pun menyampaikan aspirasi menolak penghapusan santunan yang belakangan disampaikan oleh Mensos tersebut," jelasnya.
"Bu Risma jangan berkilah dengan argumen maladministrasi, karena Surat Edaran yang dikeluarkan pada bulan Juni 2020 saat Mensosnya masih Juliari Batubara itu surat edaran yang sah, dan telah secara benar menjalankan perintah UU 24/2007 dan Permensos 04/2015 tentang santunan keluarga korban kematian akibat bencana, di mana dalam Permensos 04/2015 tertulis jelas bahwa keluarga korban meninggal akibat bencana menerima santunan sebesar Rp 15 juta. Dan karenanya tentu sudah dipersiapkan besaran anggaran untuk merealisasikannya," imbuhnya.
Soal adanya perubahan dan penambahan anggaran di Kementerian, HNW mencontohkan sepanjang tahun 2021 saja Kementerian Keuangan telah meningkatkan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional hingga 5 kali.
Kenaikannya pun cukup tinggi dari awalnya diumumkan sebesar Rp 372 Triliun kini telah mencapai Rp 699 Triliun atau naik Rp 327 Triliun.
Menurutnya, jika Mensos benar-benar punya empati kepada rakyat dan serius melaksanakan peraturan perundangan, maka Mensos seharusnya memperjuangkan anggaran tambahan atau realokasi untuk membiayai santunan korban Covid-19.
Apalagi hal tersebut sudah diamanahkan UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Menteri Sosial 04/2015.
Dalam Permensos tersebut jelas tertera santunan bagi keluarga korban meninggal sebesar Rp 15 juta.
Untuk melaksanakan program santunan keluarga korban wafat akibat Covid-19, Menteri Sosial sebelum Risma sudah menyampaikan secara langsung dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR-RI dan semua sepakat serta diterima oleh semua pihak pada tanggal 7 April 2020 silam.
Sebagai tindak lanjutnya, maka pada Juni 2020 dikeluarkan SE PSKBS No. 427/3.2/BS.01.02/06/2020 yang meminta Dinas Sosial di daerah merekomendasikan nama-nama keluarga korban wafat akibat Covid-19 untuk menerima hak santunan.
"Penerbitan Surat Edaran di tingkat Dirjen adalah hal lumrah di Kemensos dalam rangka mengumpulkan rekomendasi penerima bantuan dari dinas sosial di tingkat daerah. Sebagai Menteri, Bu Risma seharusnya sudah memahaminya," kata dia.
Anggota Komisi VIII DPR RI itu juga menyebutkan praktik permintaan anggaran tambahan untuk membiayai program bagi rakyat terdampak covid-19 juga sudah banyak dilakukan oleh Kemensos sendiri.
Misalnya saja, anggaran Kementerian Sosial tahun 2020 dinaikkan dari Rp 62,8 Triliun hingga Rp 124,8 Triliun, lalu di tahun 2021 dari pagu indikatif Rp 62 Triliun menjadi Rp 92,8 Triliun, di mana kenaikan anggaran tersebut diperuntukkan untuk program perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19.
Bila demikian, penambahan anggaran untuk realisasikan bantuan bagi keluarga korban yang wafat akibat covid-19 sesuai dengan peraturan perundangan mestinya lebih mudah diadakan, karena yang dibutuhkan untuk memberikan santunan sebesar Rp 15 juta kepada setiap keluarga korban meninggal Covid-19 selama setahun hanya sekitar Rp 518 Miliar.
Menurutnya, jumlah itu sangat sedikit dibanding dengan kenaikan anggaran untuk kementerian sosial maupun untuk kenaikan anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional.
“Permasalahannya adalah pada keseriusan Bu Mensos dalam melaksanakan program sesuai dengan ketentuan perundangan, serta keberpihakan beliau terhadap pemenuhan hak keluarga korban yang wafat akibat covid-9 untuk menerima santunan yang sudah dijamin oleh UU 24/2007. Itu mestinya yang diutamakan sesuai sumpah jabatan beliau sebagai Mensos,l" katanya.
"Kalau serius dan sungguh-sungguh, Insya Allah tidak sulit mendapatkan realokasi untuk pemenuhan anggaran santunan yang hanya Rp 518 miliar. Sebab Keuangan Negara bisa memberikan suntikan bantuan kepada asuransi Jiwasraya yang bermasalah karena korupsi, dengan anggaran yang sangat besar yaitu Rp20 triliun," kata HNW.
"Karenanya Bu Mensos mestinya maksimalkan usaha agar dapat melaksanakan ketentuan perundangan serta memenuhi kewajiban kepada Rakyat. Jangan malah mudah berkilah dan kemudian menerbitkan surat edaran yang menganulir Surat Edaran sebelumnya, padahal surat yang dianulir itu justru melaksanakan Peraturan Menteri Sosial dan UU. Tentu sikap lepas tangan seperti itu tidak diharapkan Rakyat, dan tidak sesuai dengan sumpah jabatan,” pungkasnya.