News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gejolak di Partai Demokrat

Ungkapan Menyesal dari Salah Satu Peserta KLB Demokrat, Awalnya Dijanjikan Uang Rp 100 Juta

Penulis: Ranum KumalaDewi
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Jakarta, Senin (8/3/2021)

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap testimoni kader yang mengikuti Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara.

AHY menampilkan salah satu testimoni dari mantan Wakil Ketua DPC Partai Demokrat, Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, Gerald Piter Runtuthomas.

Pada testimoni tersebut, Gerald menuturkan, dirinya sempat ingin memberontak dan mengancam ingin pergi dari KLB.

Diketahui, ia ingin memberontak karena tidak mendapatkan sejumlah nominal yang telah dijanjikan.

Ia menyebut, dirinya telah dijanjikan mendapatkan uang Rp 100 juta. Namun ia hanya mendapatkan Rp 5 juta saja.

Baca juga: Temui Menkopolhukam Mahfud MD, AHY Tumpangi Mobil Mewah Mercedes Benz Seri Ini

Baca juga: Bareskrim Masih Pikir-pikir Terima Laporan Dugaan Kerumunan KLB Demokrat di Deliserdang

"Saya ikut (KLB) karena diiming-imingi uang besar Rp 100 juta. Kalau sudah tiba di lokasi akan dapat 25 persen, yaitu Rp 25 juta. Selesai KLB akan dapat sisanya Rp 75 juta. Tapi nyatanya kita cuma dapat uang Rp 5 juta," ujar Gerald dalam video yang ditampilkan AHY, sebagaimana diwartakan oleh Tribunnews.com, Senin (8/3/2021).

Adapun kader-kader daerah yang memberontak berasal dari Maluku, Papua, lalu Sulawesi Utara.

Akan tetapi pemberontakan itu akhirnya tak berlanjut karena adanya tambahan uang dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebanyak Rp 5 juta.

"Pada akhirnya saya hanya mendapatkan uang Rp5 juta dari hasil KLB. Kami memberontak karena tidak sesuai harapan, (tapi) tiba-tiba dipanggil dan ditambahkan uang Rp5 juta oleh Bapak M Nazaruddin," kata Gerald.

Pengakuan dari Ketua DPC Demokrat Kabupaten Pekalongan

Sebelumnya, terdapat pengakuan dari salah satu kader, yaitu ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Pekalongan, Mashadi.

Ia mengaku diajak ikut KLB oleh dua mantan Ketua DPC Partai Demokrat di Jawa Tengah (Jateng).

Mashadi menyebut, ia diajak oleh salah satu mantan ketua DPC dan mengatakan akan memberikan sejumlah uang kepada dirinya.

"Saya ditawari untuk bergabung mengikuti KLB dengan iming-iming uang DP (down payment) Rp 30 juta,"

"Langsung, kalau saya mau langsung tanda tangan maka uang diserahkan," ujarnya dikutip dari kanal YouTube Kompas.com, Sabtu (6/3/2021).

Mashadi bersaksi, ia dirayu dengan berbagai dalih agar bersedia menghadiri acara tersebut.

"Berkali-kali saya dibujuk rayu dengan berbagai dalih, bahwa saya nanti akan diganti, dan lain sebagainya," ungkapnya.

Namun, Mashadi mengaku, dirinya menolak ajakan tersebut.

"Tapi saya tetep bersihkukuh satu tujuan, mendukung AHY (Agus Harimurti Yudhoyono)," ucapnya.

Baca juga: Polri Antisipasi Dualisme Partai Demokrat yang Bisa Ganggu Kamtibmas

Baca juga: Kerumunan KLB Demokrat di Deli Serdang Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Moeldoko Terpilih Jadi Ketua Umum Demokrat

Diberitakan sebelumnya, KLB yang telah berlangsung pada Jumat (5/3/2021) diagendakan untuk memutuskan nama calon pimpinan atau ketua umum Partai Demokrat.

KLB akhirnya menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum.

Setelah disepakati, Majelis Sidang KLB menghubungi Moeldoko via telepon.

"Walaupun sudah memberikan kepercayaan kepada saya, tapi saya ingin memastikan keseriusan teman-teman semua," ujar Moeldoko diwartakan oleh Tribunmedan.com.

Kemudian para peserta KLB menyatakan serius untuk mendukung, sehingga Moledoko pun menerima.

"Baik, saya terima menjadi Ketua Umum Demokrat," ungkap mantan Panglima TNI tersebut.

Pengamat Sebut Tindakan Moeldoko Sangat tidak Etis

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor menilai, tindakan yang dilakukan Moeldoko sangat tidak etis dalam perpolitikan nasional.

Kendati demikian, ia memahami bahwa kesalahan tersebut tentu tidak hanya dari Moeldoko, tetapi pihak internal partai yang membuka jalan untuk mantan Panglima TNI tersebut.

"Untuk Pak Moeldoko jangan begitulah, seharusnya ya tidak memanfaatkan kekisruhan rumah tangga orang, sebetulnya sangat tidak etis begitu," ucapnya di lansir oleh Kompas.com.

Selain itu, Firman menilai, Moeldoko tidak menunjukkan sikap kenegarawanannya untuk berupaya mendirikan partai politik sendiri guna memperjuangkan visi dan misi.

Moeldoko, kata dia, lebih memilih untuk membajak partai politik yang sudah ada.

Menurut Firman, manuver Moeldoko untuk menduduki jabatan di Partai Demokrat sudah terbaca sejak awal munculnya kisruh di internal partai itu.

Namun demikian, ia memahami bahwa kesalahan tersebut tentu tidak hanya dari Moeldoko, tetapi pihak internal partai yang membuka jalan untuk mantan Panglima TNI tersebut.

(Tribunnews.com/Ranum Kumala Dewi/Vincentius Jyestha) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari) (Tribunmedan.com/Muhammad Fadli Taradifa)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini