TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan memeriksa Direktur PT Bhumi Prasaja, Rasjid Ansharry Aladin sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tahun 2015.
Pemeriksaan terhadap Rasjid pada hari ini dilakukan penyidik untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Kepala BIG tahun 2014-2016, Priyadi Kardono.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka PK (Priyadi Kardono)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Selasa (11/3/2021).
Baca juga: KPK Sebut Kasus Korupsi CSRT Bawa Dampak Bencana Alam
Belum diketahui secara pasti materi yang akan didalami penyidik saat memeriksa Rasjid.
Namun, pemeriksaan ini bukanlah yang pertama kali dijalani Rasjid.
Tim penyidik pernah memeriksa Rasjid pada Selasa (2/3/2021) pekan lalu dan Jumat (22/1/2021).
Dalam pemeriksaan pada 22 Januari lalu, tim penyidik mencecar Rasjid mengenai dugaan adanya aliran dana dalam bentuk fee kepada para pejabat di BIG dan LAPAN.
Selain itu, tim penyidik juga mencecar Rasjid mengenai proses PT Bhumi Prasaja menjadi satu rekanan atau penyedia dalam pengadaan CSRT serta mengenai proses perencanaan, pelaksanaan pengadaan, dan penerimaan pembayaran pekerjaan oleh LAPAN.
Baca juga: KPK Selisik PT Bhumi Prasaja Sebagai Rekanan Penyedia CSRT
KPK telah menetapkan eks Kepala BIG tahun 2014-2016 Priyadi Kardono (PRK) dan mantan Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara LAPAN 2013-2015, Muchamad Muchlis (MUM) sebagai tersangka dalam kasus ini.
KPK pun telah menahan mereka berdua. Priyadi dijebloskan ke Rutan KPK cabang Kavling C1 dan Muchlis di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Perkara ini bermula pada 2015 saat BIG bekerja sama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT.
Sejak awal, Priyadi dan Muchlis diterka sepakat untuk melakukan rekayasa yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa.
Sebelum proyek berjalan, telah diadakan beberapa pertemuan dan koordinasi yang intensif dengan pihak-pihak tertentu di LAPAN dan perusahaan calon rekanan yang telah di tentukan sebelumnya, yaitu PT Ametis Indogeo Prakarsa (AIP) dan PT Bhumi Prasaja (BP), untuk membahas persiapan pengadaan CSRT.
Atas perintah para tersangka, penyusunan dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan PT AIP dan PT BP agar “mengunci” spesifikasi dari peralatan CSRT.
Untuk pembayaran kepada pihak rekanan, para tersangka diduga memerintahkan stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima, dan proses Quality Control (QC).
Diduga dalam proyek tersebut merugikan negara sekitar Rp179,1 miliar.
Atas perbuatannya, Priyadi dan Muchlis disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.