Laporan wartawan Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago mengkritisi konflik yang melanda Partai Demokrat saat ini.
Dia mengungkapkan, konflik tersebut terjadi karena adanya permasalahan yang bersumber dari sistem politik di Indonesia.
Kata dia, seharusnya pengadilan menjadi lembaga yang paling absah dalam mengesahkan Partai Politik, bukan berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari Menteri Hukum dan HAM.
"Logika kekuasaannya bahwa menteri adalah pembantu presiden, jadi sumber kekuasannya adalah presiden, disitu terjadi abuse of power, itu sangat rawan sekali karena ada kepentingan kekuasaan," kata Pangi saat Berbincang di Tribun Corner, Selasa (9/3/2021).
Baca juga: Soal Gejolak Partai Demokrat, Pengamat Singgung Kewenangan Kemenkumham
Dirinya mengaku khawatir jika nantinya sistem politik seperti sekarang ini masih diberlakukan.
Karena, tidak menutup kemungkinan akan ada konflik serupa yang dialami partai lain ke depan dengan aktor eksternal yang berada di lingkaran istana.
Alasannya, jika pengesahan Partai Politik hanya berdasar SK Menkumham maka kata Pangi, akan sangat mudah dimanfaatkan golongan penguasa.
Baca juga: Darmizal Ungkap DPP Demokrat Lakukan Pungutan kepada DPD dan DPC Lewat PO 01/2019
"Kita setiap berkonflik kalau begini modelnya, (misal) saya gak suka dengan Ketum hari ini, kemudian saya kumpulin orang yang pernah dipecat yang sakit hati kemudian saya anggarkan siapkan hotel kemudian saya KLB kan saja," kata dia.
"Saya bayar massa seperti yang terjadi di Demokrat, kemudian ini (KLB) saya bawa ke Kemenkumham dan kemudian saya ada main mata ke Kemenkumham, saya disahkan, kan semuanya nanti akan ikut saya," lanjut dia.
Karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut dirinya menyatakan, seharusnya SK Menkumham terkait pengesahan partai politik harus diselesaikan hingga ke pengadilan.
Baca juga: Darmizal Ungkap DPP Demokrat Lakukan Pungutan kepada DPD dan DPC Lewat PO 01/2019
Jadi kata dia, untuk pengesahan partai tidak berdasar SK Menkumham tapi di pengadilan, guna menghindari adanya kongkalikong untuk mendapatkan kepentingan kekuasaan.
Pangi mengungkapkan, kalau hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin jika ke depan akan banyak pejabat dan petinggi negara yang melakukan kudeta dan merusak demokrasi di Indonesia.
"Seharusnya kalau logika hukum tata negara kan sering mengatakan itu, (serahkan) ke Mahkamah Partai kalau konflik, level dua naik ke pengadilan, kalau gak selesai kepengadilan naik ke MA misalnya, jadi tidak Kemenkumham, karena kalau parpol dirusak maka demokrasi akan rusak," ujarnya.