News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Terawan Jawab Kritik BPOM Soal Vaksin Nusantara Belum Diuji ke Hewan

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terawan Agus Putranto

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto angkat bicara atas kritik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang menyayangkan tak dilakukannya uji pra klinis vaksin Nusantara pada hewan seperti vaksin lainnya.

Disebut tim peneliti menolak permintaan BPOM melakukan uji klinis pada hewan dengan alasan teknologi sel dendritik sudah sering digunakan pada terapi kanker.

Terawan mengatakan uji klinis pada hewan terhadap vaksin Nusantara sudah dilakukan di Amerika Serikat, AIVITA Biomedical.

Baca juga: Republik Moldova Jadi Negara Pertama di Kawasan Eropa yang Terima Vaksin COVAX

"Saya sudah WA-kan hasil uji klinik mengenai vaksin safety dan efikasi oleh pihak ketiga di Amerika karena itu sudah dikerjakan," ujar Terawan, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (10/3/2021)

"Dan itu hasilnya ada, kita kan kirimkan vaksin safety dan efikasi pada uji binatang ini juga sudah kita konsultasikan ke Prof Nidom, sudah saya kirim," imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Guru Besar Unair Prof Chairul A Nidom turut menegaskan bahwa laporan uji klinis pada hewan yang diterimanya sudah sesuai dengan uji atau penelitian vaksin pada umumnya.

Baca juga: Bibit Vaksin Merah Putih Akan Diserahkan Kepada Biofarma Akhir Maret Ini

Prof Nidom juga mengklaim uji coba menggunakan tikus tak menimbulkan efek atau perubahan apapun kepada subjek penelitian.

Mendengar hal itu, Kepala BPOM Penny K Lukito mengingatkan agar vaksin Nusantara benar-benar harus sudah teruji dan aman bagi manusia.

"Jangan sampai kita memberikan kepada manusia suatu produk yang belum terjamin aspek keamanannya," kata Penny.

Juru bicara program vaksinasi Covid-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia turut menjelaskan pihaknya sangat berhati-hati dalam mengizinkan penelitian atau uji coba vaksin.

Dia juga mempersoalkan antigen yang diimpor dari perusahaan AIVITA.

Baca juga: Kepala BPOM Sebut Vaksin Nusantara Tak Sesuai Kaidah Klinis dan Pertanyakan Khasiatnya 

Sebab meski teknologi sel dendritik sudah biasa digunakan pada terapi kanker, vaksin Nusantara ditambahkan antigen hingga perlu melihat dulu keamanan vaksin tersebut.

"Antigen itu yang akan berfungsi sebagai vaksin, tentunya kami harus memastikan sel dendritik yang nantinya akan disuntikkan sudah bebas dari antigen yang diinkubasikan ke dalam sel dendritik tersebut karena bagaimanapun juga antigen itu dibuat dari virus," kata Rizka.

"Kami harus mematikan keamanannya dan dia sudah tidak terkandung dalam sel dendritik, oleh karena itu kami meminta dilakukan uji pre klinik pada hewan," imbuhnya.

Karena peneliti vaksin Nusantara tetap kekeh tak akan melakukan uji coba pada hewan, Rizka mengatakan pihaknya akhirnya memberi perizinan dengan syarat penelitian pertama hanya dilakukan kepada tiga subjek saja.

"Karena tidak dilakukan kami memberikan kondisional dengan menyatakan bahwa dilakukan dulu di tag orang pertama. Karena kami sangat berhati-hati, first in human ini harus benar-benar dipastikan ini aman dan kami meminta pengujian apakah ada residu antigen di dalam sel dan kritiknya. Dari antigen yang diimpor dari AIVITA itu kami ingin tahu bagaimana residunya dan apakah itu masuk ke dalam tubuh pasien tersebut," ujar Rizka.

Apa Itu Vaksin Nusantara? Ini Pengertian hingga Cara Kerja Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara merupakan vaksin untuk melawan virus corona yang tengah dikembangkan dan diuji di Indonesia.

Vaksin ini dipelopori oleh Dokter Terawan bersama tim peneliti di laboratorium RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah, dan Universitas Diponegoro (Undip).

Kini, Vaksin Nusantara sudah memasuki uji klinis tahap 2.

Pengembangan Vaksin Nusantara dilakukan Terawan bersama tim peneliti di laboratorium RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah.

"Kami bersama-sama dengan teman-teman dari Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat dan juga dengan Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Kariadi Semarang ini bahu-membahu mewujudkan vaksin berbasis dendritic cell," kata Terawan saat diwawancarai KOMPAS TV.

Lantas, apa itu Vaksin Nusantara?

Ruang instalasi laboratorium RSUP Kariadi Semarang. Apa Itu Vaksin Nusantara? Ini Penjelasannya hingga Cara Kerja Vaksin Nusantara. (KOMPAS.com/RISKA FARASONALIA)

Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara merupakan vaksin untuk melawan Covid-19 yang sedang dikembangkan di Indonesia.

Meski ada beberapa vaksin yang dikembangkan, namun Vaksin Nusantara ini cukup menyita perhatian publik.

Saat ini, vaksin tersebut masih harus melewati beberapa fase untuk uji klinis.

Apakah vaksin sudah bisa diberikan atau masih harus dikembangkan lagi.

"Menurut kami masih perjalanan cukup panjang digunakan dalam program. Meski begitu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan terus mendukung inovasi dalam bangsa," kata Juru bicara (jubir) Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemkes), Siti Nadia Tarmizi, Minggu (21/2/2021).

Hal ini, ia ungkapkan dalam acara Webinar Series Tim Advokasi Vaksinasi PB IDI bersama KPC PEN, Minggu (21/2/2021).

Baca juga: Muncul Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih? Ini Kata Kemenkes

Baca juga: Jangan Khawatir, Hal Ini Biasa Terjadi Usai Divaksin Covid-19

Seperti dilaporkan Kompas TV, Selasa (16/2/2021), Terawan yang juga merupakan inisiator mengatakan bahwa Vaksin Nusantara adalah solusi yang ditawarkan bagi pasien komorbid (penyakit penyerta).

"Jadi pada waktu saya dapat amanah untuk mencari vaksin yang bisa untuk komorbid, komorbid kan berbagai macam termasuk auto immune dan sebagainya. Tentunya konsep generalized harus diubah menjadi konsep personality individual vaccination," ujar Terawan.

Lantas, benarkah vaksin Nusantara cocok untuk komorbid dan autoimun?

Diberitakan Kompas.com edisi Rabu (17/2/2021), tim peneliti memaparkan Vaksin Nusantara aman untuk semua golongan, termasuk bagi warga yang memiliki komorbid dan anak-anak.

"Lebih dari 30 orang yang diuji klinis tahap satu itu hasilnya aman dan tidak menimbulkan efek dan gejala apa pun yang membahayakan," ucap Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena yang menyatakan siap menjadi relawan uji klinis fase 2 Vaksin Nusantara.

"Dan hasil penelitan dari antibodinya atau imunogenitas atau kemampuan untuk menghasilkan daya tahan tubuh terhadap Covid itu juga tinggi," ujar Melki.

Berkenaan dengan klaim tersebut, ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo justru mengatakan ada pertanyaan besar tentang Vaksin Nusantara ini di kalangan ilmuwan.

"Pertama, relawannya itu demografinya seperti apa? Apakah ada orang yang komorbid (menjadi relawan), apakah ada yang autoimun, dan rentang usia (relawan) berapa saja," kata Ahmad dihubungi Kompas.com, Rabu (17/2/2021).

"Ini kita harus tahu juga demografi dari relawan seperti apa, kok (jumlah relawan) cuma 30?" imbuh dia.

Jika dibandingkan dengan uji klinis vaksin Sinovac yang dilakukan Bio Farma dan Universitas Padjajaran (Unpad) di Bandung, jumlah relawan yang dilibatkan adalah 1.620 orang yang dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok vaksin dan kelompok plasebo.

Dalam pelaksanaan uji klinis, tim peneliti Unpad pun memaparkan data yang menunjukkan bahwa dalam waktu satu bulan sudah muncul antibodi pada 100 persen relawan yang ada di kelompok yang diberi vaksin.

"Nah, kalau yang Vaksin Nusantara pada 30 orang ini seperti apa. Kalau muncul (antibodi) dalam berapa lama dan jumlahnya berapa banyak," ucapnya kritis.

Selain data, Ahmad menuturkan bahwa usia relawan juga harus jelas.

"Karena kita tahu, untuk menumbuhkan sel pada manusia juga sangat bergantung pada usia. Bagi yang berusia muda, jauh lebih muda sel ditumbuhkan dibanding sel dari lansia," jelasnya.

Dari pengalaman, para ilmuwan cenderung tidak menyukai untuk mengkultur sel dari lansia karena susah.

"Jadi dia (sel) enggak seaktif seperti sel yang masih muda."

Dari variabel-variabel tersebut, kemudian menimbulkan pertanyaan baru.

Ditanyakan Ahmad, siapa sih yang mengizinkan uji klinis seperti ini?

Padahal di masa pandemi, yang dibutuhkan adalah vaksinasi yang simpel.

Bukan vaksin berbasis sel dendritik yang sangat ribet.

Cara Kerja Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara yang diprakarsai Terawan dibuat dengan mengeluarkan sel dendritik dari dalam tubuh, kemudian memasukkannya lagi.

Cara mengeluarkan sel dendritik, ahli akan mengambil darah orang yang akan divaksin.

Setelah diambil darahnya, relawan diperbolehkan pulang agar ahli dapat menumbuhkan sel dendritik di laboratorium.

Di dalam darah ada berbagai macam sel, dari sel darah merah, sel darah putih, termasuk sel prekursor dendritik.

"(Sel prekursor dendritik) belum menjadi sel dendritik, tapi masih (berbentuk) sel prekursor," jelas Ahmad.

Nah, setelah darah diambil dari relawan atau orang yang akan divaksin, ahli kemudian akan menumbuhkan sel prekursor dendritik secara spesifik.

"Jadi sel darah merah dipisahin, sel darah putih juga diilangin. Mereka (ahli) hanya berusaha menumbuhkan sel prekursor dendritik," papar dia.

Sel prekursor dendritik ini ditumbuhkan di cawan laboratorium.

Pada sel prekursor tersebut, akan diberikan senyawa khusus agar bisa tumbuh menjadi sel dendritik.

"Pada masa inkubasi itu kan perlu waktu, sekitar 2-3 hari. Pada masa itu juga diberikan antigen (ke sel dendritik). Jadi antigennya tidak disuntikkan ke orang, tapi diberikan langsung ke sel dendritik (di laboratorium)," kata Ahmad.

Setelah sel dendritik beranjak dewasa dan sudah terpapar antigen, sel tersebut disuntikkan kembali ke relawan yang sama.

Darah yang diambil dari relawan A, sel dendritiknya akan dikembalikan lagi ke A.

Adapun sel dendritik adalah sel imun yang bertugas sebagai guru bagi sel B untuk memproduksi antibodi.

Masuk Uji Klinis Fase II

Setelah melewati persiapan beberapa bulan, vaksin buatan anak negeri ini mulai dikembangkan sejak Desember dan selesai uji klinis fase I pada akhir Januari 2021.

Saat ini, pengembangan vaksin ini telah memasuki tahapan uji klinis fase II yang sudah berjalan mulai Februari 2021.

Dosen dan tim peneliti, Dr. Yetty Movieta Nency SPAK mengatakan, temuan vaksin tersebut menggunakan metode berbasis sel dendritik autolog yang bersifat personal.

Sel dendritik autolog merupakan komponen dari sel darah putih yang dimiliki setiap orang lalu dipaparkan dengan antigen protein S dari SARS-COV-2.

Kemudian, sel dendritik yang telah mengenal antigen akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali.

Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap SARS COV-2.

"Posedurnya dari subyek itu kita ambil sel darah putih kemudian kita ambil sel dendritik. Lalu di dalam laboratorium dikenalkan dengan rekombinan dari SARS-COV-2. Sel dendritik bisa mengantisipasi virus lalu disuntikkan kembali. Komponen virus tidak akan masuk lagi ke tubuh manusia karena sel dendritik yang sudah pintar tadi," ujarnya saat ditemui di RSUP Kariadi Semarang, Rabu (17/2/2021), dikutip dari Kompas.com.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS/Aisyah Nursyamsi, Kompas.com/Gloria Setyvani Putri)

 
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini