TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gejolak di Partai Demokrat tampaknya kian memanas. Kedua Kubu melakukan langkah hukum.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) atas dugaan pemalsuan akta pendirian partai ke Bareskrim Polri pada Jumat (12/3/2021).
Dia dilaporkan oleh Penggagas Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat, Sumatera Utara Darmizal.
Baca juga: Demokrat Versi KLB Tegaskan Tak Pernah Ajak Gatot Nurmantyo untuk Kudeta,Jangan asal Bunyi
Baca juga: Jhoni Allen Sebut Kantor Demokrat di Menteng Dibeli dari Mahar Pilkada, Herzaky: Nyanyian Sumbang
Kuasa Hukum Darmizal, Rusdiansyah menyampaikan AHY diduga telah memalsukan akta otentik Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) terkait pendiri Partai Demokrat pada 2020 lalu.
AHY, kata Rusdiansyah, dituding telah diam-diam mencantumkan nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai pendiri partai Demokrat.
Rusdiansyah menuding pencatuman SBY itu tanpa melalui mekanisme partai.
"Kedatangan kita hari ini ingin melakukan pelaporan terbaru terkait dengan pemalsuan akta otentik AD/ART Partai Demokrat tentang pendirian. Dimana di dalam AD/ART tidak terdapat adanya nama Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pendiri Partai Demokrat," kata Rusdiansyah di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/3/2021).
Dijelaskan dia, pihak Darmizal Cs menuding bahwa SBY bukanlah salah satu pendiri alias the founding fathers partai Demokrat. Hal itu termaktub dalam akta pendirian sejak Demokrat berdiri pada 2001 lalu.
"Jadi di tahun 2020 saudara AHY diduga kuat melakukan perubahan di luar forum kongres bahwa the Founding Fathers Partai Demokrat adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Franky Rumangkeng. Sementara pendirian Partai Demokrat di tahun 2001 tidak ada nama Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pendiri Partai Demokrat," jelas dia.
Dalam laporan ini, pihaknya membawa sejumlah barang bukti untuk diserahkan kepada penyidik Polri.
"Barang bukti yang dibawa akta pendirian tahun 2001, di sana tidak terdapat nama Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pendiri di mukadimah akta pendirian tidak ada nama SBY disitu. Terus kita juga bawa AD/ART Partai Demokrat tahun 2020. Selain itu kita juga bawa SK Kemenkum HAM tahun 2020 sebagai alat bukti kita," jelas dia.
Selain Darmizal, laporan ini juga didaftarkan oleh 7 kader partai Demokrat lainnya yang merasa dirugikan terkait adanya dugaan pemalsuan akta pendirian Partai Demokrat.
Kubu AHY Layangkan Gugatan ke PN Jakpus, Nama Jhoni Allen dan Darmizal Terdaftar
Pada hari yang sama, Tim Hukum Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendaftarkan gugatan perlawanan hukum terkait adanya Kongres Luar Biasa (KLB) dalam kubu partai ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kehadiran tim hukum Partai Demokrat ke PN Jakarta Pusat ini didampingi 13 orang kuasa hukum yang diketuai oleh Bambang Widjojanto alias BW.
Gugatan ini dilayangkan untuk 10 pihak yang diduga melanggar hukum yakni sebagian besar para kader yang telah dipecat.
Dalam laporan yang terigister dengan nomor 172/Pdt.Sus-Parpol/2021PNJakartaPusat, BW mengatakan, dua di antara yang digugat adalah Jhoni Allen Marbun serta Darmizal.
"Pokoknya saya kasi clue nya aja, sebagian besar mereka yang terlibat kongres yang mengorganisir kongres dan kami menduga mereka yang patut bertanggungjawab terhadap brutalitas Demokrasi. Yang pasti jhoni allen, darmizal, disebut kemudian," kata dia di PN Jaksel, Jumat (12/3/2021).
Diketahui Jhoni Allen merupakan eks kader Partai Demokrat yang bertindak sebagai pimpinan sidang dalam KLB Deli Serdang yang menetapkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai ketua umum partai.
Sama halnya dengan Jhoni Allen, Darmizal juga merupakan eks kader Partai Demokrat yang ikut menginisiasi jalannya KLB.
Dengan dilayangkan gugatan pihaknya ke PN Jakpus maka Bambang berharap konflik yang terjadi ini bisa menjadi diskusi masyarakat luas.
Pasalnya kata dia, konflik yang dinilai sebagai brutalitas demokrasi ini bukan hanya persoalan dari Partai Demokrat tapi persoalan demokrasi di Indonesia.
"Mudah-mudahan di pengadilan ini akan memuliakan, jadi filosofi dasar bangsa ini ingin mewujudkan negara hukum yg demokrasi jadi itu kata kuncinya," ungkap Bambang.
Kendati demikian ketika ditanya soal keterlibatan KSP Moeldoko dalam gugatan tersebut, Bambang tidak memberikan penjelasan yang lebih detil.
Dirinya hanya menyatakan, status keabsahan Moeldoko dalam keterlibatannya di KLB Deli Serdang, yang ditunjuk sebagai ketua umum namun bukan dari perwakilan yang memiliki suara sah.
"Kita gak masuk ke situ, nanti pada saatnya akan disampaikan, tapi kayanya terlalu pagi. Itu (Moeldoko) contohnya, orang yang tidak punya dasar masuk (partai), ditunjuk oleh orang yang tidak mempunyai dasar, kemudian minta diakui," tegas dia.
Sebelumnya diberitakan, Tim Hukum Partai Demokrat pimpinan AHY tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pukul 10.34 WIB.
Mereka didampingi 13 orang yang bertindak sebagai kuasa hukum untuk melayangkan gugatan kepada pihak yang dinilai melanggar hukum terkait adanya KLB di dalam kubu partai.
"Kami adalah tim pembela demokrasi, tepatnya kami punya 13 anggota akan melaporkan. Yang kami lakukan adalah gugatan melawan hukum. Ada 10 orang yang tergugat," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra kepada wartawan, Jumat (12/3/2021).
Seluruh kuasa hukum yang dihadirkan Partai Demokrat yakni di antaranya Bambang Widjojanto sebagai ketua, Rony E Hutahean, Iskandar Sonhadji, dan Budi Setyanto.
Selain itu terdapat nama, Abdul Fickar Fadjar, Aura Rakhman, Donal Fariz, Mehbob dan Muhajir , Boedhi Wijardjo, Diana Fauziah, Yandri Sudarso dan Reinhard R Silaban.
Pembelian Gedung DPP Disebut Hasil Mahar Pilkada?
Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menepis tentang adanya kabar mengenai pembelian gedung Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang berlokasi di Jalan Proklamasi, Menteng Jakarta Pusat, adalah hasil mahar dari kegiatan Pilkada.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, bahwa pernyataan itu hanyalah nyanyian sumbang dari para mantan kader Partai Demokrat.
"Jelas itu hanya nyanyian sumbang dari mantan kader, udah jelas, kalau emang ada (buktinya) ya silakan buktikan saja gitu," kata Herzaky saat ditemui di Gedung DPP Partai Demokrat, Jumat (12/3/2021).
Lebih lanjut dirinya menyayangkan terkait ketidak beranian para mantan kader yang dimaksudnya tersebut, jika memang hal itu benar terjadi.
Padahal kata Herzaky, dahulu para mantan kader itu berkantor dan lama mengabdi untuk Partai Demokrat saat masih dalam kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Dulu kan mereka (mantan kader) juga di sini (Gedung DPP), kok mereka dulu di sini ga ada teriak-teriak kan udah lama mereka di sini, nah setelah dipecat baru teriak teriak," ungkapnya.
Oleh karenanya Herzaky menilai bahwa hal tersebut adalah hanya omong kosong dari para mantan kader.
Karena menurutnya jika hal tersebut benar, seharusnya para mantan kader tersebut menunjukkan bukti yang dimaksud saat mereka masih menjabat dan berkantor di DPP Partai Demokrat.
"Saat mereka masih disini kan (seharusnya) mereka menanyakan itu, oh ini ga bener ini, kalau (tuduhan) itu bener. Tapi kenyataannya kan karena mereka itu dipecat jadi mereka kecewa, jadi nyanyian sumbang para mantan kader yang kecewa saja," tegasnya.
Diakhir dirinya menyatakan, kalau dalam aturan Partai Politik terdapat tiga sumber dana yang digunakan untuk operasional Partai.
Yakni di antaranya kata dia, iuran anggota, sumbangan sukarela, serta Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
"Kalau tidak sesuai dengan itu atau ada oknum, ya silahkan mengadu ke BPOKK (Badan Pembinaan Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan)," tukasnya.
Diketahui, Sekjen Partai Demokrat kubu Moeldoko, Jhoni Allen Marbun mengungkap hasil pertemuannya dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas tanggal 16 Februari 2021.
SBY merupakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat versi Kongres 2020 dengan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dalam pertemuan itu, menurut Jhoni, SBY membenarkan adanya mahar Pilkada yang ditarik dari kader Demokrat di tingkat II, tingkat I dan DPC.
Seingat Jhoni, hal tersebut disampaikan langsung oleh SBY dalam pertemuan tersebut.
Ia menyebut, SBY mengatakan bahwa mahar tersebut digunakan untuk membeli kantor Partai Demokrat di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.
"Beliau mengatakan, (mahar Pilkada) membeli kantor di Proklamasi," ucapnya dikutip dari Surya.co.id.
Jhoni Allen pun kaget dan lantas bertanya kepada SBY mengapa selama 10 tahun menjabat sebagai Presiden dari dukungan Demokrat, tidak berkontribusi untuk menyediakan kantor.
"Loh, Bapak dulu presiden 10 tahun kok nggak mikirin kantor. Kenapa harus keringat dari DPC dan iuran dari fraksi tingkat II, tingkat I," tukasnya.
(Tribunnews.com/Igman Ibrahim/Rizki Sandi Saputra)