"Bahaya dari ini telah diingatkan Lord Acton power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely, bahwa kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak benar-benar merusak," kata Kamhar, Minggu (14/3/2021).
Kamhar menjelaskan, Indonesia punya pengalaman sejarah yang buruk akibat tak adanya batas masa jabatan presiden ini.
Amendemen pembatasan masa jabatan ini sebagai respons agar pengalaman Orde Lama dan Orde Baru tak kembali terulang dalam perjalanan sejarah bangsa ini.
Menurut Kamhar, keduanya terjebak pada jebakan kekuasaan yang ingin terus menerus berkuasa seumur hidup, akhirnya dikoreksi oleh gerakan mahasiswa.
Baca juga: Sehari Sebelum KLB Demokrat, Moeldoko Ternyata Bertemu Presiden Jokowi, tapi Tak Cerita Apa Pun
Baca juga: Mahfud MD Beberkan Reaksi Jokowi saat Tahu Moeldoko Terlibat Kudeta Demokrat: Dia Kaget Betul
Terlalu mahal biaya sosial, ekonomi dan politik yang mesti ditanggung sebagai akibatnya.
"Karenanya kami berpandangan tak ada urgensi untuk melakukan amandemen UUD 1945, apalagi jika hanya untuk merubah batas masa jabatan presiden," ucapnya.
"Lagi pula tak ada alasan objektif sebagai pertimbangan strategis yang menjadi capaian prestasi luar biasa pemerintahan ini baik itu di bidang ekonomi, politik dan hukum sebagai dispensasi."
Baca juga: Agung Mozin Bantah Amien Rais Melunak Usai Bertemu Presiden Jokowi
Baca juga: Amien Rais Cs Diterima ke Istana, KSP: Bukti Jokowi Demokratis
"Biasa saja, malah dibidang politik dan hukum ada beberapa indikator yang mengalami penurunan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Kamhar menilai kekuasaan itu cenderung menggoda, atas dasar itu dibutuhkan kearifan dan kebijaksanaan dalam menjalankan dan memposisikan kekuasaan agar terhindar dari jebakan kekuasaan.
"Wacana seperti ini pernah mengemuka pada periode kedua masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun beliau mampu menghindarkan diri dari jebakan kekuasaan ini," pungkas Kamhar.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Chaerul Umam)