Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemelut di tubuh Partai Demokrat bukan ujug-ujug muncul, melainkan sebuah proses panjang dan kekecewaan yang menggurita dari para senior dan pendiri partai berlambang mercy tersebut.
Demikian disampaikan Teddy Mulyadi Direktur Politik Lembaga Pengkajian dan Informasi Pembangunan Bangsa (LPIPB).
Sayangnya, menurut Teddy, hal ini tidak bisa diantisipasi oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sejak awal kepemimpinannya.
Baca juga: Amien Rais Tak Yakin Moeldoko Berani Jadi Ketum Demokrat Tanpa Dukungan dari Lurah
Kalau pun sekarang bak benang kusut, justru menjadi pertanyaan besar, apa yang selama ini 'disimpan' oleh SBY dan AHY di balik PD?
Munculnya Moeldoko, menurut Teddy, tidak bisa dipersalahkan. Justru, ini harusnya menjadi koreksi bagi SBY dan AHY.
"Nampak sekali SBY dan AHY seperti kebakaran jenggot menyikapi Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang.
Baik AHY maupun SBY langsung bikin statement-statement yang cenderung menarik-narik Presiden Joko Widodo," ungkap Teddy dalam rilisnya, Minggu (14/3/2021).
Baca juga: Ini Alasan Donal Fariz Mau Bergabung jadi Tim Kuasa Hukum Partai Demokrat
"Sebutan 'KSP Moeldoko' yang dilontarkan AHY berulang-ulang, seolah mau menggambarkan ke publik bahwa KSP secara kelembagaan terlibat dalam upaya yang kata mereka tergolong kudeta," tambah Teddy lagi.
Padahal, sanggahnya, tidak ada kaitannya KSP, apalagi Presiden dengan KLB Demokrat.
Dikatakannya, penggagas KLB adalah para senior dan pendiri yang sangat memahami AD/ART PD.
"Tidak mungkin mereka mau melaksanakan KLB, bila dari awal sudah tahu menabrak AD/ART. Kelihatannya penggagas KLB begitu percaya diri melaksanakannya," kata Teddy.
Teddy mengaku heran mengapa Moeldoko dipersalahkan.
Baca juga: Politikus Demokrat Tegas Tolak Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode
Teddy melihat Moeldoko diminta untuk menjadi Ketum PD versi KLB tapi kenapa harus dipersalahkan.
"Jangan kaitkan Moeldoko sebagai KSP. Itu sifatnya pribadi, dimana sebagai warga negara punya hak politik.
Mau bergabung dengan partai mana saja, tentu pilihan beliau," tegas Mulyadi.
Begitu kentara, 'sasaran tembak' persoalan ini adalah Presiden Jokowi, dengan membawa-bawa KSP.
Teddy yakin, Kemenhukam tentu bisa menyikapi persoalan ini dengan bijak.
Bukan tidak mungkin, Kepengurusan PD versi KLB yang akan disahkan.
"Intinya, kalau AHY merasa bersih, kenapa harus risih.
Selesaikan persoalan internal PD dengan bijak.
Bukan dengan mengumbar omongan, bikin jumpa pers, sampai harus menyeret-nyeret Pemerintahan Jokowi," tukas Teddy.
Kiai Rizal Maulana Ketua Seknas Dakwah Indonesia mengingatkan, kondisi bangsa lagi sulit, namun sejumlah elit masih saja sibuk berkonflik.
"Kisruh internal partai di masa pandemi ini tentu akan menyulitkan kerja pemerintah. Coba saja lihat, ketika ke Kemenhukam atau KPU, datang berbondong-bondong, ini kan bisa jadi klaster baru penyebaran Covid-19," ujarnya.
Tapi sepertinya beberapa elit partai karena ego kelompok mengabaikan hal tersebut.
Munculnya masalah di internal, bisa jadi ada sesuatu yang tidam beres dalam organisasi tersebut.
"Jadi, bukan malah menyalahkan orang luar. Harusnya introspeksi diri dan lakukan pembenahan segera, bukannya malah 'menyerang' pemerintah," tukasnya.