TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD berbincang dan ngopi bersama pengacara Hotman Paris di kedai kopi dan bakpao Kwon Kupang Kopi Johny, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (20/3/2021).
Dalam kesempatan itu, Hotman Paris mengaku sempat membicarakan mengenai sikap Habib Rizieq Shihab dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Rizieq Shihab menolak keinginan hakim untuk menjalankan sidang secara virtual.
Rizieq ingin hadir langsung di pengadilan.
Alasannya, sidang para koruptor bisa dilakukan secara fisik.
Eks pimpinan FPI itu bertanya, mengapa mereka bisa sedangkan dia tidak bisa.
Tribunnews.com mengutip Rizieq Shihab yang mengatakan, "Saya didorong saya tidak mau hadir, sampaikan kepada majelis hakim saya tidak rida dunia akhirat. Saya dipaksa, didorong, dihinakan. Ini hak asasi saya yang dijamin oleh undang-undang."
Baca juga: Rizieq Shihab Tolak Sidang Virtual, Ketua KY: Hakim Berwenang Tentukan Persidangan
Baca juga: KY Dalami Perilaku Terdakwa Rizieq Shihab Menolak Hadir Sidang Virtual
Pada acara ngobrol bareng itu, Hotman Paris meminta awak media menanyakan bagaimana respons Mahfud MD melihat sikap Rizieq yang disebut tidak menghormati pengadilan.
Mendengar itu, Mahfud menegaskan bahwa persidangan bukanlah ranah pemerintah.
Oleh karena itu, dirinya tak memiliki wewenang perihal kasus tersebut.
"Gini, gini, persidangan itu sudah keluar dari ranah pemerintah ya. Itu hakim, hakim (yang) punya wewenang untuk memerintahkan apapun," ujar Mahfud MD, di lokasi, Sabtu (20/3/2021).
"Nanti aparat pemerintah seperti polisi, kejaksaan itu nanti (yang) melaksanakan (perintah dari hakim). Kan itu sudah ada aturannya," imbuhnya.
Hotman Paris seperti tak puas mendengar jawaban dari Mahfud MD.
Dia kemudian menanyakan lagi apakah sebenarnya hakim perlu bersikap lebih keras jika dilihat dari kacamata Mahfud selaku ahli hukum.
"Sebagai Profesor, ahli hukum, perlu nggak hakim bersikap lebih keras?" tanya Hotman.
"Iya dong kalau itu. Tetapi itu urusan hakim lah, gitu ya. Saya pemerintah nggak boleh 'eh hakim harus begini', tidak boleh," jelas Mahfud.
Mahfud juga mengaku sudah mendengar berita mengenai Rizieq karena sempat viral.
Baca juga: Polisi Bantah Terjadi Kekerasan Terhadap Rizieq Shihab Saat Sidang Virtual di Rutan Bareskrim
Baca juga: Cegah Kerumunan, 1.460 Personel Polisi Bakal Disiagakan Saat Pengamanan Sidang Rizieq Shihab
Namun, dia kembali menegaskan bahwa dirinya bukanlah hakim, sehingga tak memiliki wewenang mengatur hal tersebut.
"Saya dengar, karena itu viral, tapi ketahuilah saya bukan hakim. Tidak boleh saya 'woi harus begini hakimnya, harus begini', nggak bisa," kata Mahfud.
Ucapan Mahfud kemudian ditimpali Hotman Paris yang mengatakan sudah mengusulkan kepada pemerintah untuk segera membentuk Perpu mengenai contempt of court.
"Tadi saya usulkan agar segera dibentuk Perpu Undang-Undang contempt of court," kata Hotman, diikuti perginya Mahfud MD dari kedai kopi itu.
Korban UU ITE
Obrolan Mahfud MD dan Hotman Paris ternyata turut menyentuh persoalan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Tak disangka, ternyata salah seorang korban kasus UU ITE juga hadir disana dan curhat kepada Mahfud dan Hotman.
Korban itu adalah perempuan bernama Vivi Nathalia.
Dia menyebut, dirinya telah menjadi terpidana kasus UU ITE dan menceritakan kisahnya.
Baca juga: Menko Polhukam Mahfud MD Ngobrol Bareng Hotman Paris di Kopi Johny
Baca juga: Dalam Dakwaan, Acara Rizieq Shihab di Megamendung Bikin Kabupaten Bogor Masuk Zona Merah Covid-19
Hotman lantas berusaha menyimpulkan kasusnya, bahwa Vivi memiliki piutang yang tak kunjung dibayarkan.
Vivi kemudian curhat melalui media sosial Facebook, namun justru dipidana karena aksinya itu.
"Intinya kau punya piutang, kau nagih utang, kau curhat di Facebook, nah orang itu berutang ke kamu, tiba-tiba orang itu mengajukan kamu (melanggar) UU ITE, malah kau dipidana berapa tahun? Jadi (dari) pemburu (utang) menjadi diburu (kasus UU ITE)?" ujar Hotman, di lokasi, Sabtu (20/3/2021).
Vivi menjelaskan bahwa curhat dirinya di media sosial ternyata berujung pada jeratan pidana akibat pencemaran nama baik.
Dia pun harus menjadi terpidana dua tahun hukuman percobaan.
"Pada saat itu ada yang berutang dengan saya sebesar Rp 450 juta, ketika saya curhat di Facebook, saya diadukan pencemaran nama baik dan akhirnya saya sekarang menjadi terpidana dua tahun hukuman percobaan," ungkap Vivi.
Baca juga: Tim Kajian UU ITE Terima Masukan dari DPR dan MPR untuk Revisi Beberapa Pasal
Sebagai korban, Vivi merasa UU ITE justru dimanfaatkan segelintir orang untuk mendapatkan keuntungan. Salah satunya dengan meminta uang damai dari orang yang dilaporkan.
"Saya lihat UU ITE ini jadi ajang saling melapor kemudian menjadi ajang para makelar kasus dan oknum meminta uang damai, ujung-ujungnya apakah mau dilanjutkan?" tegasnya.
Dia lantas menanyakan kepada Mahfud MD apakah Pasal 27 ayat 3 dari UU ITE ke depan akan dihapuskan.
Sebab, dirinya merasa telah menjadi korban.
"Apakah dimungkinkan Pasal 27 ayat 3 ini benar-benar dihapuskan? Karena pencemaran nama baik ini benar-benar jadi ajang saling melapor dan dimanfaatkan oleh banyak oknum," pungkas Vivi.
Berita lain terkait Kerumunan Massa di Acara Rizieq Shihab
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Hotman Paris Singgung Sikap Rizieq Shihab di Pengadilan, Begini Respon Mahfud MD".