TRIBUNNEWS.COM - Wacana impor 1 juta ton beras yang digulirkan oleh pemerintah menuai sorotan.
Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI) sangat menyayangkan isu rencana impor beras karena hal ini dianggap sebagai bentuk ketidakberpihakan pemerintah terhadap petani.
"Rencana impor beras sebanyak sekitar 1 juta ton pada kwartal 1 tahun 2021 tidak sesuai dengan ketersediaan beras dari pada semester 1 tahun 2021 sebesar 24,9 juta ton dengan kebutuhan 12,3 juta ton, mengingat pada bulan Maret-April ini petani akan panen raya."
"Ini akan melukai dan merugikan petani secara nasional," kata Sekjen DPN ISRI, Cahyo Gani Saputro dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Minggu (21/3/2021).
Baca juga: Dirut Bulog, Budi Waseso Ungkap Perintah 2 Menteri Jokowi Impor Beras, Ini Profil dan Kiprahnya
Cahyo mengatakan problematika pertanian nasional adalah nilai ekonomi menanam padi di pulau Jawa yang memang sudah mengalami penurunan.
Penurunan itu akibat sempitnya kepemilikan lahan dan waris mewaris serta alih fungsi lahan pertanian dan keseriusan dinas-dinas pertanian dalam memverifikasi klasifikasi LP2B dan penerapannya pada penataan ruang.
"Oleh karena itu, potensi pertanian di luar Jawa harus ditingkatkan dengan pencetakan sawah-sawah baru yang jelas datanya dan keseriusan pemerintah dalam menjalankan landreform sehingga CPCL pada lahan-lahan yang masih luas paling tidak satu rumah tangga tani menggarap minimal 1-2 hektar agar masih memiliki nilai ekonomi dalam produksi padi," bebernya.
Meski demikian, Cahyo memberi catatan pencetakan sawah baru.
"Pada wilayah-wilayah hulu atau pegunungan baik kawasan hutan dan luar kawasan hutan yaitu pada kawasan hutan, pentingnya reboisasi pada lahan-lahan gundul yang tegakan mulai berkurang serta di luar kawasan perlunya penghijauan dengan jenis tanaman-tanaman yang kuat akarnya."
"Program-program perhutanan sosial harus memberikan edukasi pada rakyat agar tidak menimbulkan persoalan lingkungan baru pada wilayah tengah ataupun hilir," bebernya.
Mendag Klaim Tak Ada Penurunan Harga
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menunjukkan data penjualan beras selama beberapa hari terakhir tidak sedikitpun mengalami tren penurunan.
Hal itu untuk menengarai polemik impor beras berdampak turunnya harga jual di level petani.
"Yang terjadi harga malahan naik. Ini data saya."
"Di DKI Jakarta tanggal 5 Maret harga beras medium Rp9.800 perkilogram, tanggal 8 Maret harga beras Rp9.800, tanggal 9 Maret harga beras Rp9.878, tanggal 10 Maret Rp9.878,tanggal 12 Maret harganya Rp9.878, dan tanggal 17 Maret jadi Rp9.859," tutur Mendag dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3/2021).
Baca juga: Mendag : Kalau Penyerapan dari Bulog Bagus, Kita Tidak Perlu Impor Beras
Tak sampai disitu, Mendag kemudian menunjukkan lagi harga beras yang lebih dekat dengan sentra petani di Bandung Jawa Barat.
"Sementara harga yang dekat dengan sentra petani tanggal 5 itu Rp11.683, tanggal 10 Rp11.683. Artinya tidak ada penurunan harga sama sekali," kata Mendag.
Pihaknya menyampaikan bahwa rencana impor beras adalah mekanisme pemerintah.
"Itu menjadi tugas saya, Pak Mentan kemarin berhasil menurut angka yang ditaksir dari BPS di mana panen akan baik.
Bulog juga sudah melakukan penyerapan dengan baik tetapi memang ada kendalanya yakni gabahnya basah," jelas Mendag.
Baca juga: Firman Soebagyo Sebut Impor Beras untuk Jamin Ketersediaan Pangan dan Stabilitas Harga
Persoalan gabah basah ini yang membuat penyerapan Bulog tidak maksimal sebab ada aturan soal ketentuan kekeringan tertentu untuk disimpan di gudang-gudang Bulog.
"Karena gabah basah inilah, jadi gabahnya tidak bisa dibeli Bulog."
"Dan karena sekarang Bulog hanya mengerjakan operasi pasar kira-kira 80 ribu ton maka iron stock tidak boleh kurang dari satu juta ton. Itu logikanya," paparnya.(*)