TRIBUNNEWS.COM - Menterti Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam), Mahfud MD angkat bicara terkait viralnya video hoax penangkapan Jaksa AF yang diduga menerima suap dalam kasus kerumunan Muhammad Rizieq Shihab.
Melalui akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd, Mahfud mengunggah cuplikan video dan ikut berkomentar tentang berita hoaks tersebut.
Ia menjelaskan penangkapan Jaksa AF oleh Jaksa Yulianto sebenarnya telah terjadi enam tahun lalu.
Penangkapan tersebut juga dilakukan di Sumenep, Jawa Timur, bukan di Jakarta.
Baca juga: KY Selisik Dugaan Rizieq Shihab Rendahkan Martabat Hakim di Persidangan
Baca juga: Beredarnya Video Jaksa Disuap dalam Kasus Rizieq Shihab, Kejagung: Itu Hoaks!
Mahfud pun menegaskan penangkapan tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kasus Rizieq Shihab yang sedang berjalan sekarang.
Kemudian Mahfud menyinggung soal UU ITE dan menyebutkan untuk kasus seperti inilah, undang-undang tersebut dibuat.
"Video ini viral, publik marah ada jaksa terima suap dalam kasus yang sedang diramaikan akhir-akhir ini. Tapi ternyata ini hoax: penangkapan atas jaksa AF oleh Jaksa Yulianto itu terjadi 6 tahun lalu di Sumenep. Bukan di Jakarta dan bukan dalam kasus yang sekarang. Untuk kasus seperti inilah, a-l, UU ITE dulu dibuat," tulis Mahfud MD dikutip dari akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd, Minggu (21/3/2021).
Baca juga: Dipertanyakan Rizieq Shihab, KY Jelaskan Makna Sidang Terbuka untuk Umum
Baca juga: Hotman Paris Bahas Sikap Rizieq Shihab di Pengadilan, Mahfud MD: Hakim yang Punya Wewenang
Lebih lanjut Mahfud menjelaskan, jika dengan sengaja memviralkan video seperti itu maka bukan termasuk dalam delik aduan.
Namun menurutnya kasus hoax seperti ini tetap harus diusut.
Mahfud pun menuturkan akan menelaah kemungkinan revisi UU ITE untuk menghilangkan potensi adanya pasal karet.
"Sengaja memviralkan video seperti ini tentu tentu bukan delik aduan, tetap harus diusut. Tetapi kita tetap akan menelaah kemungkinan revisi UU ITE untuk menghilangkan potensi pasal karet dan membedakan delik aduan dan delik umum di dalamnya," jelasnya.
Baca juga: KY Dalami Perilaku Terdakwa Rizieq Shihab Menolak Hadir Sidang Virtual
Kejagung dengan Tegas Bantah Hoax Video Jaksa Disuap dalam Kasus Rizieq Shihab
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, sempat beredar sebuah video yang memperlihatkan penangkapan seorang oknum Jaksa AF yang diduga menerima suap dalam kasus kerumunan Muhammad Rizieq Shihab.
Kejaksaan Agung pun telah membantah dengan tegas, bahwa video tersebut adalah hoax.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezen Simanjuntak.
Apalagi, kata Leonard, dikaitkan dengan penjelasan Yulianto selaku Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi pada Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus kepada media pada tahun 2016.
Baca juga: Hotman Paris Singgung Sikap Rizieq Shihab di Pengadilan, Begini Respon Mahfud MD
Baca juga: Polisi Bantah Terjadi Kekerasan Terhadap Rizieq Shihab Saat Sidang Virtual di Rutan Bareskrim
"Padahal saat ini Yulianto sudah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT)," kata Leonard dalam siarannya yang diterima Tribunnews, Sabtu (20/3/2021).
Leonard mengatakan, video penangkapan seorang oknum jaksa berinisial AF oleh Tim Saber Pungli Kejagung adalah peristiwa pada November 2016.
Penangkapan itu, dikatakan Leonard, terkait pemberian suap dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi Penjualan Tanah Kas Desa di Desa Kali Mok Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
"Jadi video penangkapan oknum Jaksa AF tidak ada sama sekali kaitan dan hubungannya dengan proses sidang Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang saat ini sedang disidangkan," ujar Leonard.
Baca juga: Kejagung Bantah Larang Pengacara Rizieq Masuk Pengadilan
Baca juga: Ini Alasan Majelis Hakim Tidak Izinkan Rizieq Shihab Hadiri Sidang Secara Langsung
Atas dasar itu, Leonard meminta masyarakat untuk tidak menyebarluaskan video tersebut.
"Serta tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan berita bohong atau hoaks sebagaimana video yang sedang beredar saat ini," kata Leonard.
Leonard menegaskan perbuatan menyebarkan berita bohong tersebut dapat dijerat dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya pasal 45A ayat (1) yang berbunyi: Setiap orang, yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
"Kami juga meminta agar masyarakat tidak membuat berita atau video atau informasi yang tidak benar kebenarannya dan menyebarluaskannya kepada masyarakat melalui jaringan media sosial yang ada," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Reza Deni)