TRIBUNNEWS.COM - Kabar duka datang dari dunia buruh Indonesia.
Tokoh buruh nasional, Muchtar Pakpahan dikabarkan meninggal dunia pada Minggu (21/3/2021) kemarin.
Kabar meninggalnya Muchtar Pakpahan dibenarkan oleh Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar.
Menurut Timboel, Muchtar Pakpahan meninggal dunia di Rumah Sakit Siloam Semanggi, Jakarta, Minggu (21/3/2021), sekitar pukul 22.30 WIB.
"Sekitar jam 22.30 WIB, Bang Muchtar meninggal di RS siloam Semanggi."
"Saat ini di rumah duka RSPAD Gatot Soebroto," ujar Timboel melalui pesan singkat, dikutip dari Kompas.com, Senin (22/3/2021).
Timboel mengatakan, Muchtar Pakpahan sebelumnya terkena kanker nasofaring dan sempat menjalani pengobatan di Penang, Malaysia.
Setelah menjalani perawatan, Muchtar Pakpahan sempat mengungkapkan kanker yang dideritanya mulai bersih.
Tak lama, Muchtar Pakpahan kembali melanjutkan aktivitasnya dalam gerakan buruh, salah satunya terkait penolakan UU Cipta Kerja.
"Bang Muchtar cerita kalau kankernya sudah bersih dan kembali beraktivitas membela hak-hak buruh khususnya mengkritisi UU cipta Kerja."
"Tetapi muncul lagi kanker lainnya sehingga Bang Muchtar harus berobat kembali. Sebenarnya saat-saat ini jadwal kemo Bang Muchtar," ucap dia.
Muchtar Pakpahan dikenal sebagai tokoh buruh nasional yang tak gentar meski kerap keluar masuk penjara di era Soeharto.
Atas jasanya memperjuangkan hak buruh, Muchtar Pakpahan pun kerap dianugerahi banyak penghargaan hingga tingkat internasional.
Lantas bagaimana sosok dan rekam jejak Muchtar Pakpahan dalam dunia buruh?
Berikut Tribunnews.com rangkum rekam jejak dari tokoh buruh nasional, Muchtar Pakpahan:
Muchtar Pakpahan lahir di Bah Jambi II, Tanah Jawa, Simalungun, Sumatra Utara pada 21 Desember 1953 silam.
Muchtar merupakan Pendiri sekaligus Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) periode 1992-2003.
Tokoh lain yang terlibat pendirian SBSI antara lain Abdurrahman Wahid atau Gusdur, Sabam Sirait, dan Sukowaluyo.
Baca juga: Kabar Duka, Tokoh Gerakan Buruh Muchtar Pakpahan Meninggal Dunia
Mereka merupakan tokoh di antara 107 deklarator yang terlibat dalam pendirian SBSI.
Muchtar Pakpahan merupakan sosok aktivis yang aktif mengkritik rezim Orde Baru.
Ketika meraih gelar doktor hukum di Universitas Indonesia (UI) pada 1993, ia terpaksa harus berurusan dengan hukum.
Hal itu lantaran disertasinya yang berjudul "Pelaksanaan Tugas dan Hak DPR Masa Kerja 1982-1987".
Inti dari disertasi itu adalah pemerintahan Orde Baru melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, dalam disertasi itu, Muchtar Pakpahan menyorot sistem politik dan hukum, tata tertib DPR, dan kondisi anggota DPR.
Muchtar Pakpahan juga mengkritik budaya politik yang ada tidak mendukung demokratisasi, justru menghambatnya.
"Kepentingan rakyat seperti tercermin dalam kasus nyata masalah tanah atau buruh, tidak terartikulasikan efektif oleh DPR," kata Muchtar Pakpahan saat mempertahankan disertasinya.
"Akibatnya munculah pelbagai media baru LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang berhubungan erat dengan lembaga sosial dan hak asasi di luar negeri."
"Karena aspirasi rakyat baru terartikulasikan dan diperhatikan begitu muncul campur tangan dan tekanan dari luar negeri," kata Muchtar Pakpahan.
Dua hari setelah menerbitkan disertasi itu, pria yang biasa disapa Bang Muchtar ini dibawa ke Badan Intelijen ABRI (BIA).
Ia diminta mengubah isi disertasi karena dianggap membahayakan keselamatan negara.
Baca juga: Upah Nominal Buruh Tani Masih Jauh di Bawah Kuli Bangunan
Pada Januari 1994, Muchtar Pakpahan kemudian ditahan di Semarang, Agustus 1994 dan bebas pada Mei 1995.
Disertasi itu kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul DPR RI Semasa Orde Baru (1994).
Namun, Muhctar Pakpahan kembali mendekam penjara pada 1996 di LP Cipinang.
Ia keluar-masuk penjara akibat rangkaian disertasi yang selanjutnya terbit buku "Potret Negara Indonesia", yang isinya diperlukan reformasi sebagai alternatif revolusi.
Saat itu, Muchtar Pakpahan terancam hukuman mati karena melakukan subversi terhadap Presiden Soeharto.
Ketika Muchtar Pakpahan di penjara, lagu-lagu perjuangan dan lagu rohani tercipta dan hingga kini masih didendangkan.
Total ada 25 lagu ciptaan Muchtar.
Setelah mengakhiri kebersamaan dengan SBSI, ia kemudian mendirikan Partai Buruh Sosial Demokrat pada 2003.
Muchtar Pakpahan pun didapuk menjadi ketua umum.
Muchtar Pakpahan mendirikan partai ini tak lepas dari kekecewaannya terhadap teman-temannya yang duduk di DPR RI karena menyetujui outsourcing dan kontrak dimasukkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketika menjadi Ketua Umum PBSD, ia harus meninggalkan beberapa jabatan lainnya.
Yaitu sebagai Ketua Umum DPP SBSI, Governing Body ILO dan Wakil Presiden Konfederasi Buruh Sedunia.
Pada 2010, ia menanggalkan partai tersebut dan mengalihkan konsentrasi di firma hukum, Muchtar Pakpahan Associates dan menjadi pengajar di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Penghargaan Internasional
Aksi-aksi Muchtar melawan ketidakadilan mendapat sorotan dari dunia internasional.
Jasanya yang tak gentar keluar masuk penjara demi menyejahterahkan kaum buruh disoroti.
Ia pun mendapat penghargaan internasional dari negeri Belanda, Geuzenpenning.
Adapun, Geuzenpenning adalah penghargaan Belanda yang diberikan kepada orang atau organisasi yang telah memperjuangkan demokrasi dan melawan kediktatoran, rasisme, dan diskriminasi.
Dalam laman resminya pada 1998, Geuzenpenning menuliskan Muchtar Pakpahan sempat mengajar di universitas di Medan dan Jakarta hingga tahun 1990 dan bekerja sebagai jurnalis di berbagai majalah.
Dalam tulisan pada 1998 itu, Muchtar sempat ditangkap pada tahun 1994 setelah terjadi kerusuhan industri di Medan dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara.
Baca juga: Minta Keadilan, Buruh Menolak Tunjangan Hari Raya Kembali Dicicil
Kemudian, Muchtar dibebaskan dalam waktu singkat, tetapi tidak lama kemudian ditahan lagi jika terjadi kerusuhan baru.
Sejak itu, menjadi jelas bahwa Muchtar dituntut atas ide-ide politik dan sosialnya dan bukan atas tindakan damai-nya.
- George Meany Award dari AFL CIO USA (1997)
- Rule of Law Award dari ABA USA (1997)
- Peace of Justice Award dari Rainbow Push Coalition (1997)
- Honoris Causa dari Dickenson College (1997)
- Geuzenpenning from Netherlands (Mach 1998)
- Labor Right Defender Award from CLC Canada (June 1998)
- Labor Right. Defender, from the Presiden of france and Secretary
- General of UNO when celebrating 50 year human right declaration, 10 December 1998 in Paris.
- Time Magazine's Asia's 100 most influential people of 1996
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Achmad Nasrudin Yahya)