TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak akan tebang pilih dalam mengusut perkara dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"KPK tidak tebang pilih. Kami patuh pada aturan hukum yang berlaku. Sebagai penegak hukum, KPK harus bekerja atas dasar hukum yang berlaku," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Rabu (24/3/2021).
Hal ini menjawab pernyataan terdakwa kasus suap ekspor benur sekaligus Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang meminta tim penyidik menelisik dugaan keterlibatan eksportir lain dalam perkara tersebut.
Ali mempersilakan Suharjito menyampaikan hal-hal yang diketahuinya terkait perkara tersebut saat menjadi terdakwa ataupun ketika bersaksi di persidangan Edhy Prabowo.
Ia pun memastikan keterangan Suharjito itu nantinya bakal dianalisis serta dikonfirmasi pada saksi-saksi maupun alat bukti lainnya.
"Kami analisis lebih lanjut keterangannya tersebut dengan mengkonfirmasi pada saksi-saksi dan alat bukti lainnya," katanya.
Baca juga: Staf Khusus Edhy Prabowo Akui Terima Titipan Uang dari Terdakwa Suharjito
Ali menegaskan, KPK dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka mengacu pada kecukupan alat bukti. Bukan atas desakan atau permintaan dari pihak-pihak tertentu.
"Artinya sepanjang ditemukan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup maka KPK akan menetapkan pihak-pihak lain juga sebagai tersangka dalam perkara ini," kata Ali.
Sebelumnya, Suharjito meminta lembaga antirasuah turut mengusut keterlibatan eksportir benur lain yang diduga turut memberikan komitmen fee terhadap Edhy Prabowo.
"Ya, kira-kira masa aku yang salah sendiri? Gitu aja logikanya kan," kata Suharjito di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2021).
Terlebih, KPK telah menyita uang tunai senilai Rp52,3 miliar dari salah satu bank BUMN pada Senin (15/3/2021).
Uang itu diduga merupakan setoran bank garansi dari para eksportir yang mendapatkan izin ekspor benur tahun 2020.
KPK pun menduga mekanisme bank garansi tersebut merupakan modus Edhy Prabowo untuk menerima suap dari para eksportir benur.