Laporan Wartawan Tribunnews.com, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengimbau rakyat Indonesia untuk benar-benar mengembangkan 10 makanan pendamping beras.
Megawati mengaku sangat sedih karena bahan pangan seperti porang, justru diolah oleh Jepang dan menjadi beras shirataki yang menyehatkan dan bernilai ekonomis tinggi.
Hal itu disampikan Mega saat meluncurkan buku 'Merawat Pertiwi, Jalan Megawati Soekarnoputri Melestarikan Alam', yang dipusatkan di kantor pusat partai di Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu (24/3/2021).
Megawati meminta agar para ibu Indonesia benar-benar belajar soal gizi. Indonesia menghadapi tantangan stunting atau gizi buruk. Padahal alam Indonesia sangat kaya serta subur, sehingga banyak bahan pangan lain yang bisa diperoleh.
Baca juga: Megawati Cerita Risma Makin Kurus dan Sering Nangis Sejak Jadi Mensos
"Coba buka yang namanya porang, itu gampang sekali di-google. Berunding lah kalian. Makanan sebegitu banyak, berhentlah memberi anak kalian itu mie. Tapi Mie shirataki boleh. Karena ini dari porang," kata Megawati.
"Jadi bukan mie yang lain. Dari sisi kesehatan diberitakan bahwa anak stunting banyak. Ibu harus bergerak hatinya dengan keadaan itu. Coba ini jadi gerakan, ibu belajar gizi, kenapa anak stunting, kenapa anak anemia? Anemia itu darahnya tak sehat suka bikin lemas, masa ibu tak tergerak? Bangsa kita ini jadi bangsa apa nanti?" katanya.
Megawati melanjutkan, porang itu sejenis umbi yang tampaknya masih saudara dengan talas. Ia sedih komidtas yang ditanam di Indonesia namun diolah oleh negara lain sehingga memiliki nilai ekonomi lebih.
Baca juga: Megawati Ajak Politisi Belajar dari Kunang-kunang, Kodok, dan Kupu-kupu
"Yang saya sedih, ini beras merah putih. Ini beras putih (shiratakie). Ini mienya. Ini seperti agar-agar. Yang saya sedih, semua bahannya porang. Yang bikin Jepang. Itu yang saya protes keras. Bahannya dari kita, tapi yang bikin orang," katanya.
Menurut dia, para orang pintar Indonesia seharusnya melakukan sesuatu terhadap hal ini. Menciptakan sebuah metode bagaimana agar bahan pangan ini bisa diolah di dalam negeri. Sehingga tak sekedar mampu memproduksi bahan mentah. "Padahal setelah jadi, harganya mahal," pungkasnya.