TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri kembali membongkar praktik dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dilakukan warga negara asing (WNA) Irak, yakni Ismael Ibrahim Khaleel pada Kamis (25/3/2021).
Modusnya, pelaku mengimingi jadi tenaga kerja.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan Tim Satgas TPPO Bareskrim membongkar perdagangan orang di Unit Dallas Lantai 7 Apartemen East Casablanca, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Menurut dia, ada dua orang pelaku yang diamankan saat penggerebekan.
“Pelaku yang diamankan yaitu Ismael (WNA Irak) dan Lies Herlinawati (WNI),” kata Andi Rian kepada wartawan, Kamis (25/3/2021).
Baca juga: Israel dan AS Murka, Pengadilan Kriminal Internasional Bakal Selidiki Kejahatan Perang di Palestina
Ia menjelaskan kedua pelaku memiliki peran masing-masing dalam menjalankan aksinya.
Yakni Ismael yang berperan menyiapkan tiket untuk memberangkatkan sembilan orang korban TPPO ke Turki.
Kemudian, melakukan penampungan terhadap korban.
“Berkomunikasi dengan agen di luar negeri dan mengantarkan ke Bandara Soekarno-Hatta,” ujarnya.
Selanjutnya, Andi mengungkap peran tersangka Lies yang berkomunikasi dengan sponsor, yaitu Andi dan Isma yang sedang dalam pengejaran anggota Satgas TPPO di lapangan.
Selain itu, Lies menerima uang dari agen di luar negeri menggunakan rekening pribadinya.
“Tersangka Lies juga memberikan uang fee kepada pelaku yang DPO, yakni Andi dan Isma. Modusnya pelaku mengimingi para korban menjadi pekerja migran ilegal (PMI),” jelas dia.
Saat ini, kata Andi, tim satgas masih melakukan pemeriksaan intensif kepada dua orang pelaku untuk mendalami adanya pihak lain yang diduga terlibat.
Tentu, kedua pelaku akan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim.
“Kami juga akan berkoordinasi dengan Kedutaan Irak terkait tersangka Ismael,” katanya.
Atas perbuatannya, Andi mengatakan para tersangka akan dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomoe 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman paling singkat 3 tahun penjara dan paling lama 15 tahun penjara dan/atau denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.