Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendesak DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
Hal ini disampaikan juru bicara PSI bidang Teknologi Informasi Sigit Widodo menanggapi keluhan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengaku kerap menerima SMS berisi penawaran uang pinjaman.
Baca juga: Kemenkeu Ajak Kementerian Manfaatkan Program Keringanan Utang
“Sekarang banyak yang tawarkan Anda butuh dana cepat? Itu HP saya tiap hari harus hapus-hapus kayak gitu. Anda butuh Rp 1 juta, Rp 5 juta, kalau kamu punya BPKB rumah, jaminan dan sebagainya,” ujar Sri Mulyani dalam webinar Indonesia Data and Economic Conference 2021, Selasa (23/3/2021).
Sri Mulyani mengatakan maraknya SMS tersebut merupakan dampak dari perkembangan teknologi finansial atau fintech yang kian maju.
Baca juga: Sri Mulyani Juga Dibikin Pusing SMS Tawaran Pinjaman Online, Singgung Tengkulak Era Digital
Terkait hal itu Sigit menilai meski perkembangan teknologi tidak mungkin dapat dihindari, adanya aturan perundangan yang memadai akan melindungi warga negara di dunia digital.
"Undang-undang Perlindungan Data Pribadi, misalnya, akan menjamin data pribadi kita tidak digunakan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan pemilik data, seperti yang selama ini dialami Ibu Sri Mulyani dan puluhan juta Warga Negara Indonesia lainnya,” tutur Sigit.
Apalagi, kata Sigit, RUU PDP masuk ke dalam 33 Prolegnas Prioritas 2021 yang akan dibahas oleh DPR RI.
"Semoga teman-teman di DPR-RI memahami betapa pentingnya RUU PDP ini sehingga bisa segera disahkan. Selama ini cukup banyak RUU yang sudah masuk ke daftar Prolegnas tapi tak kunjung disahkan,” kata Sigit.
Secara umum, PSI menilai masih banyak masalah di dunia digital yang belum diatur oleh aturan perundangan Indonesia.
“Saat ini hanya Undang-undang ITE dan UU Pornografi yang mengatur tentang internet di Indonesia. Bahkan di dalam Undang-undang Telekomunikasi kita saja, tidak ada satu pun kata ‘internet’. Ini menyedihkan sekali,” ujar Sigit.
Karena itu, menurut Sigit semua permasalahan yang terkait dengan dunia digital di Indonesia saat ini selalu diselesaikan dengan UU ITE.
"Padahal, UU ITE awalnya hanya dirancang untuk mengatur informasi dan transaksi elektronik saja,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Sigit menilai banyak sekali undang-undang yang perlu direvisi dan disinkronisasi agar dapat mengatur warga negara di ranah digital dengan lebih layak.
“Ini mendesak dilakukan karena tiga dari empat orang di Indonesia saat ini sudah terhubung ke Internet. Mungkin pemerintah perlu berpikir untuk menyusun Omnibus Law terkait dengan dunia digital dan internet,” pungkasnya.