Dia membandingkan pemilihan menteri pada masa kepemimpinan Presiden kedua RI Soeharto.
Sejauh pengamatannya, Bapak Pembangunan itu tidak terlalu mensyaratkan banyak hal saat menunjuk calon pembantunya.
"Pertama, (calon menteri) adalah orang yang bisa dia percaya, orang yang setia pada dia."
"Jadi, dia milih orang yang paham melakukan tugas itu, kedua, profesional. Jadi kesetiaan dan kemampuan," ujar Arbi Sanit.
Ilmuwan politik senior itu telah mengobservasi atau mengamati Soeharto selama puluhan tahun kepemimpinannya.
Sejak dulu, kata Arbi, kesetiaan dan kemampuan selalu menjadi tolok ukur wajib dimiliki kandidat menteri oleh Pak Harto.
Adapun syarat terakhir yakni mereka yang berasal dari Golkar.
Baca juga: Pengamat Politik Nilai Antusiasme Masyarakat Indonesia pada Pilpres 2024 Mulai Terlihat
Baca juga: Dualisme Partai Demokrat, Pengamat: Keputusannya Ada di Kemenkumham
Menurut Arbi Sanit, untuk ketentuan yang terakhir itu, Soeharto betul-betul konsisten pada pengaderan partai pendukungnya.
Arbi Sanit melihat, komitmen yang dipegang Soeharto berbuah manis terutama dalam menunjang kerja-kerja pemerintahan di era orde baru.
"Stabilitas politiknya terjamin, stabilitas pemerintahan terjamin, dan tujuan-tujuan pemerintah, program-program pemerintah terlaksana seefektif mungkin," ucapnya.
Dia menilai konsistensi Soeharto itulah yang membuat orkestrasi kabinet berjalan sesuai keinginan, terutama dalam menggenjot pembangunan di Tanah Air.
Artinya, kata Arbi Sanit, akan berbeda ceritanya jika Soeharto sembarangan memilih menteri.
Intinya, Arbi Sanit melihat pemerintahan Soeharto paling strategis sepanjang sejarah Indonesia.
2. Tanggapi Kasus Ahok: Dalih untuk Kalahkan Ahok sebagai Cagub